BAB1
Apa yang Alkitab Ajarkan
Argumen 2:
Bahwa semua manusia berada di bawah kuasa dosa membuktikan kalau pemikiran mengenai ”kehendak-bebas” itu salah.
Kita harus membiarkan Paulus sendiri yang menjelaskan pengajarannya. Di Surat Roma 3:9, dia menyatakan: ”Jadi bagaimana? Adakah kita (bangsa Yahudi) mempunyai kelebihan dari orang lain (bangsa non-Yahudi)? Sama sekali tidak! Sebab di atas telah kita tuduh, baik orang Yahudi maupun orang Yunani, bahwa mereka semua berada di bawah kuasa dosa”.
Bukan saja manusia tanpa terkecuali dinyatakan berdosa di hadapan Allah, mereka juga adalah budak dosa sehingga mereka semua berdosa di hadapan Allah. Termasuk juga bagi bangsa Yahudi yang mengira mereka bukan budak dosa hanya karena mereka memiliki hukum Taurat. Karena, baik bangsa Yahudi dan non-Yahudi, tidak bisa melepaskan diri mereka dari perbudakan ini, maka jelas tidak ada kuasa/kekuatan dalam diri seseorang yang bisa membantunya melakukan perbuatan baik.
Perbudakan dosa juga mencakup mereka yang terlihat baik dan benar. Tidak peduli sebaik apa seseorang, itu tidak akan sama dengan pengetahuan akan Allah. Hal paling berharga dari seseorang adalah akal budi dan kehendaknya. Namun, kedua hal ini juga sudah dinyatakan rusak. Paulus menyatakan di Surat Roma 3:10-12: ”Seperti ada tertulis: ’Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak’”. Maksud dari pernyataan ini sudah sangat jelas. Kita mengenal Allah melalui akal budi dan kehendak kita. Namun, tidak ada seorang pun yang secara alami bisa mengenal Allah. Karena itu, kita harus menyimpulkan kalau kehendak manusia sudah rusak sehingga manusia sama sekali tidak sanggup mengenal Allah maupun menyenangkan-Nya.
Barangkali ada beberapa orang yang berani menyatakan kalau kita sanggup melakukan melebihi dari yang sudah bisa kita lakukan. Namun, yang kita pergumulkan di sini adalah mengenai apa yang kita sanggup lakukan, bukan mengenai apa yang kita bisa maupun tidak bisa lakukan. Ayat Kitab Suci yang dikutip Paulus di Surat Roma 3:10-12 tidak memberi ruang untuk membuat pembedaan ini. Allah murka pada ketidaksanggupan manusia yang berdosa dan perbuatan dosa mereka sekaligus. Jika manusia memang sanggup untuk mencoba mencari Allah, dalam kadar terkecil, maka Allah tidak perlu menyelamatkan mereka. Allah akan membiarkannya menyelamatkan dirinya sendiri. Namun, tidak ada seorang pun yang bahkan sanggup untuk sekedar mencoba hal ini.
Di Surat Roma 3:19, Paulus menyatakan kalau setiap mulut hendaknya disumbat karena tidak ada sesuatu dalam diri seseorang yang dapat dibenarkan di hadapan Allah – bahkan termasuk kehendak yang bebas untuk mencari-Nya. Jika seseorang menyatakan kalau: ”Dalam diri saya memiliki kesanggupan, walaupun lemah, untuk mencari Allah”, itu berarti dia menganggap kalau ada sesuatu dalam dirinya yang bisa dibenarkan dan tidak perlu dimurkai Allah. Berarti, mulutnya tidak disumbat! Namun, pernyataan ini jelas bertentangan dengan Kitab Suci.
Allah sudah menyatakan hendaklah supaya setiap mulut disumbat. Ini bukan hanya terkait kelompok tertentu yang dianggap berdosa di hadapan Allah. Ini bukan hanya mengenai orang Farisi di kalangan bangsa Yahudi yang dimurkai Allah. Jika benar demikian, maka orang Yahudi di luar kelompok ini memiliki kuasa untuk melakukan hukum Taurat dengan sempurna dan tidak berdosa di hadapan Allah. Namun, orang tersaleh sekalipun dinyatakan terkutuk karena kefasikannya. Mereka mati secara rohani seperti halnya mereka yang sama sekali tidak melakukan hukum Taurat. Semua manusia fasik dan berdosa di hadapan Allah sehingga pantas untuk dihukum oleh Allah. Hal ini begitu jelas sehingga tak seorang pun yang bisa berbisik-bisik menentang kebenaran ini.