Rom. 12:12 (AYT)
Bersukacitalah dalam pengharapan, tabahlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!
Ini bukanlah saran atau himbauan, melainkan perintah. Karena berupa perintah, jika kita tidak melakukannya, maka kita berdosa di hadapan Allah.
Untuk memahami bobot perintah ini, kita harus memahami situasi dan kondisi orang yg menuliskan ini. Paulus, orang yang menyerukan ini, sudah banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut.
Lima kali ia disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan. Ia sudah tiga kali didera, satu kali dilempari dengan batu, dan tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam terkatung-katung di tengah laut (2 Kor. 11:23-25).
Bagaimana mungkin dalam situasi dan kondisi ini seseorang bisa “bersukacitalah dalam pengharapan, tabahlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa”?
Kalau dengan kuat hebat Saudara, Saudara tidak mungkin sanggup; pasti gagal. Namun, jika Saudara sudah dianugerahi iman-yang-menyelamatkan, maka Saudara akan dianugerahi damai sejahtera yang datang dari Allah.
Ini bukan damai sejahtera yang ditawarkan dunia. Sama sekali berbeda. Hanya orang yang sudah mengalaminya yang bisa memahami apa perbedaannya.
Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiran Saudara dalam Kristus Yesus (Fil. 4:7). Apa pun situasi dan kondisi yang Saudara hadapi, Saudara bisa tetap bersukacita dalam pengharapan, tabah dalam kesesakan, dan bertekun dalam doa.
Bukan karena sanggup melakukannya, Saudara menjadi damai sejahtera. Namun, karena Saudara sudah dianugerahi “damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal”, barulah Saudara sanggup-dan-bisa bersukacita dalam pengharapan, tabah dalam kesesakan, dan bertekun dalam doa.