10 Februari 2022 Artikel oleh Marshall Segal Staff Penulis, desiringGod.org
Sebagai orang yang sudah diampuni, kita masih sangat buruk dalam berurusan dengan ketidaksempurnaannya kita. Saya sendiri sangat buruk dalam menghadapi kenyataan bahwa meskipun saya sudah ditebus, ketidaksempurnaannya saya masih begitu mendalam-dan-menjalar.
Ketidaksempurnaannya saya yang tersisa, secara teratur (bahkan setiap hari), mengganggu dan menguasai pikirannya saya; keputusan-dan-percakapannya saya. Bagaimana responnya Anda ketika dipaksa untuk melihat lagi-dan-lagi dosa yang sama di cermin – dosa yang sudah diakui, dilawan dan bahkan sudah diatasi Anda – kembali muncul dan harus kembali diakui-dan-dilawan lagi? Ketika Allah memetakan jalan kita yang sempit untuk sampai hingga kemuliaan, Dia memilih ketidaksempurnaan tersebut untuk menjadi teman seperjalanannya kita yang akan selalu ada (dan tidak diinginkan).
Ketika saya menyebut ketidaksempurnaan, saya tidak berbicara tentang dosa yang belum diakui. ”Barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis… Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah” ( 1 Yoh. 3:8-9). Dosa yang belum diakui memang seharusnya mengganggu sampai kita bertobat dengan sungguh-sungguh dan menerima belas kasihan-Nya. Dosa itu seharusnya memang membuat kita merasa gelisah dan terus terjaga pada malam hari. Dosa itu seharusnya memang merusak kesehatan mental kita. Allah tidak akan tinggal di dalam jiwa di mana dosa masih berkuasa di sana.
Namun, Dia memang tinggal di dalam jiwa di mana dosa masih ada. Sebetulnya, setiap orang yang dipilih-Nya masih diliputi ketidaksempurnaan. Dosa kita yang tersisa memang sudah diampuni dan berakhir – hari ketika kita kelak mati akan menjadi hari terakhir kita berdosa – tetapi dosa kita yang tersisa tersebut masih sangat nyata, berkuasa dan mengerikan. Kadang-kadang, malah hampir tak tertahankan kengeriannya. Bagaimana keegoisan, ketidaksabaran, hawa nafsu, kemalasan, dan iri hati ini masih menjerat saya?
Karena Allah sudah memilih, untuk masa sekarang, bahwa mereka yang sudah diampuni tetap tidak-akan-sempurna.
Mengenal Ketidaksempurnaan dengan Baik
Jadi, seperti apa hidup-yang-saleh dalam ketidaksempurnaan? Rasul Paulus menyadari ketidaksempurnaan dirinya sendiri. ”Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini” – kebangkitan tubuhnya yang dimuliakan – ”atau telah sempurna…” (Fil. 3:12). Sekalipun dia adalah seorang rasul, Paulus sangat menyadari kalau dia belum mencapainya. Dia tahu bahwa dia dipilih tanpa syarat; sangat dikasihi; dibayar dengan darah; sedang dalam proses dipenuhi dengan Roh. Seorang rasul yang belum selesai. Paulus menyadari sepenuhnya kalau dia memang belum menjadi seperti apa-yang-seharusnya.
Dia menyadari ketidaksempurnaannya, tetapi tidak dilumpuhkan oleh hal tersebut. ”Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus” (Fil. 3:12). Dia tidak hanya duduk dan menunggu hari kebangkitannya tiba. Namun, dia terus mengejar dan menangkapnya, dari satu tingkat kemuliaan ke kemuliaan yang lain (2 Kor. 3:18). Mengetahui bahwa suatu hari Allah akan membuatnya benar sepenuhnya pada hari kebangkitan, dia menjadi semakin semangat untuk bertumbuh dalam kebenaran hingga hari tersebut tiba. Dia mengerjakan keselamatannya – sangat rajin bekerja dengan takut dan gentar – karena Paulus tahu bahwa Allah turut bekerja – benar-benar bekerja – di dalamnya (Fil. 2:12-13).
Pengampunan, bagi Paulus, bukanlah alasan untuk berdamai dengan dosa, tetapi mendorongnya untuk berperang dengan dosa lebih jauh lagi. Dia tidak melihat ketidaksempurnaannya sebagai alasan untuk berpuas diri dengan kebenaran yang seadanya. Dia melihat ketidaksempurnaan sebagai motivasi untuk mendapatkan kebenaran yang lebih lagi – mendapatkan Kristus lebih lagi. Maka, dia berusaha mengejar untuk menangkapnya; untuk menangkap Dia.
Ketidaksempurnaan yang Ambisius
Dalam dua ayat selanjutnya, ia menarik kita lebih jauh lagi ke dalam pengejaran akan kekudusan yang gigih, fokus dan tidak sempurna.
Saudara-saudara, aku tidak menganggap bahwa aku telah menangkapnya. [Aku bukan orang yang dimuliakan seperti yang aku inginkan]. Akan tetapi, satu hal yang kulakukan: aku melupakan apa yang di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku. Aku terus maju kepada tujuan untuk mendapat hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Yesus Kristus. (Fil. 3:13-14, AYT).
Apa yang dilakukan Paulus untuk menghadapi semua ketidaksempurnaannya tersebut? Dia terus maju dengan ”melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku. Aku terus maju…” Ini adalah gambaran mengenai ketidaksempurnaan yang saleh-dan-ambisius di dalam Kristus – tidak memegang erat pada kebenaran-diri-sendiri atau berkubang dalam lubang mengasihani-diri-sendiri, tetapi terfokus mengejar pengenalan akan Kristus untuk menikmati Kristus lebih lagi dan hidup lebih serupa dengan Kristus.
Tidak dapat dipungkiri bahwa terus maju itu memang tidak enak. Kita akan menemui berbagai rintangan. Kata Yunani [dioko] yang sama (dalam pasal yang sama) bahkan digunakan untuk merujuk pada tindakan menganiaya (Fil. 3:6). Pengejaran-akan-kekudusan adalah sebuah pengejaran yang teguh (dan kadang-kadang agresif); sebuah pengejaran yang tangguh; sebuah pengejaran yang gigih. Pengejaran ini tidak terkejut dengan adanya perlawanan; atau bisa berhenti hanya karena adanya kemunduran. ”Mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,” katanya Paulus. Tetap mengambil langkah selanjutnya menuju pada kekudusan, meskipun kadang-kadang langkah tersebut terasa sepele; atau terlihat lambat atau menyamping.
Tekad untuk terus bergerak maju ini diperjelas dan dipertegaskan dalam tiga pola pikir yang mengubah hidup – disiplin untuk melupakan, fokus pada tujuan, dan rasa aman yang ambisius.
Disiplin untuk Melupakan
Kita jarang mengaitkan melupakan dengan kesetiaan. Namun, Paulus mengatakan dia terus maju: ”melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku.” Kata Yunani yang diterjemahkan sebagai melupakan adalah kata yang sama dengan kata yang dipakai dalam Matius 16 ketika para murid lupa membawa roti dalam salah satu perjalanan mereka bersama Yesus (Mat. 16:5). Bagaimana Paulus melupakan bukanlah sebuah kebetulan. Itu memang disengaja.
Jadi, apa yang Paulus coba lupakan dengan sengaja? Pada awal pasal, Paulus menunjukkan kesombongannya dalam mengejar kebenaran menurut dirinya sendiri; bagaimana dia mengolok-olok Allah dengan mencoba menyenangkan Allah melalui caranya sendiri (Fil. 3:5-6). Dia tahu betapa berdosanya dirinya yang dulu: “Aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas” (1 Tim. 1:13). Namun, kasih karunia Tuhan menembus hatinya yang keras, menghentikan pembangkangannya, dan memimpinnya kepada Yesus (1 Tim. 1:13-15). Sekarang, apa yang akan dilakukannya dengan kejahatan yang sudah pernah dilakukannya tersebut? Dia dengan sadar melupakannya.
Setiap orang yang sudah diampuni Allah membawa kenangan akan dosa yang mengerikan-dan-memalukan. Masa lalu ketika kita masih berada di luar Kristus, apa pun masa lalu yang kita miliki, cukup gelap untuk membuat kita merasa putus asa. Iblis berusaha keras untuk memastikan hal itu terjadi. Pekerjaan Iblis adalah menuduh (Why. 12:10). Iblis ingin kita melupakan semua hal yang akan mengangkat-dan-memuaskan jiwa kita – dan mengingat apa pun yang membuat kita mempertanyakan kasih-Nya Allah bagi kita. Kita masing-masing memberi banyak alasan bagi Iblis untuk melakukannya.
Untuk melawan Iblis, kita harus belajar melupakan apa yang sudah diampuni Allah – seperti roti yang dilupakan murid-murid. Kita tidak bisa membiarkan berbagai dosa masa lalu, atau bahkan berbagai dosa yang sedang digumuli pada saat ini, menahan kita untuk bergerak maju (oleh Roh) ke dalam ketaatan-dan-kesetiaan yang lebih besar lagi pada masa sekarang.
Fokus pada Tujuan
Satu cara untuk melupakan mengenai penyesalan yang akan membuat kita gagal adalah dengan berfokus pada apa yang telah dijanjikan Allah bagi mereka yang sudah diampuni di dalam Kristus. ”… satu hal yang kulakukan: aku melupakan apa yang di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku. Aku terus maju kepada tujuan untuk mendapat hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Yesus Kristus.”
Apa yang disediakan bagi orang yang tidak sempurna, tapi yang sudah diampuni? Apa hadiah panggilan surgawi dari Allah ini? Rasul yang belum sempurna ini menyebutkannya pada awal pasal, ”Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya” (Fil. 3:8).
Pengenalan akan Yesus adalah api yang menyala-nyala di balik kegigihannya Paulus dalam mengejar kekudusan. Semua hadiah yang lain tidak ada artinya dibandingkan memiliki Yesus. Kristus sendiri adalah hadiah bagi kehidupan orang Kristen; satu hadiah yang layak diperjuangkan dengan semua ketaatan-dan-pengorbanan kita; mutiara yang sangat berharga. Kekuatan untuk menanggung ketidaksempurnaannya kita berasal dari penghargaan akan Dia yang sudah mati bagi ketidaksempurnaannya kita.
Tidak bisakah kita menanggung ketidaksempurnaan kita sedikit lebih lama, dan terus menggumuli dosa kita yang tersisa sedikit lebih lama, jika kita tahu bahwa akhir dari pertandingan kita yang singkat-dan-sukar di bumi ini adalah sukacita yang berlimpah-limpah selamanya (Maz. 16:11) – sebuah mahkota yang indah dan abadi (1 Kor. 9:24-25)?
Kristus Sudah Menangkap Anda
Pola pikir ketiga yang bisa mengubah hidup, dan yang paling penting, tersembunyi pada ayat 14: ”Aku terus maju kepada tujuan untuk mendapat hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Yesus Kristus.” Dua ayat sebelumnya, Paulus berkata,” Aku mengejarnya supaya aku menangkapnya sebagaimana Kristus Yesus telah menangkap aku. ”Ketidaksempurnaan-yang-sudah-ditebus adalah ketidaksempurnaan yang sudah ditangkap.
Kita dapat terus memegang kekudusan hanya karena kita tahu bahwa Kekudusan itu sendiri yang memegang kita – dan Dia tidak akan pernah melepaskan kita. Jika Anda adalah milik-Nya, ketidaksempurnaannya Anda adalah ketidaksempurnaan yang sudah dibeli-dan-dibersihkan oleh darah Yesus. Setiap hal yang belum sempurna yang Anda temukan dalam dirinya Anda adalah sebuah kesempatan untuk mengingat apa yang sudah Dia bayarkan untuk memiliki Anda – sebagai Anda, dengan dosa Anda dan semuanya – dan untuk mengingat bahwa semua hal buruk tentang Anda, dosa Anda dan semuanya itu suatu hari akan dibuat menjadi lebih putih dari salju dan lebih terang dari matahari.
Pada ayat selanjutnya, ayat 15 (BIS), Rasul Paulus menulis, ”Kita semua yang sudah dewasa secara rohani” – atau ”sempurna” – memiliki akar kata Yunani yang sama pada ayat 12: ”Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna” –”Kita semua yang sudah dewasa secara rohani haruslah bersikap begitu. Tetapi kalau di antaramu ada yang berpendapat lain, maka Allah akan menjelaskannya juga kepadamu.” (Fil. 3:15 BIS). Dengan kata lain, biarlah Anda yang sudah lengkap di dalam Kristus tahu kalau Anda memang belum-lengkap. Biarlah Anda yang sudah dewasa tahu kalau Anda yang belum-sempurna ini – dan bahwa Anda dipilih, dibeli, ditangkap, dan dikasihi. Yang pasti, Anda bukanlah yang Anda pikirkan. Namun, sekalipun demikian, Kristus sudah menangkap Anda.
Jadi, doronglah ketidaksempurnaannya Anda pada kekudusan; lupakanlah mengenai apa yang ada di belakang; dan arahkanlah diri Anda kepada apa yang ada di hadapannya Anda sehingga Anda lebih mengalami-dan-menikmati Yesus.
***
Artikel ini diterjemahkan dari desiringgod.org dengan judul "Leave Your Imperfections with God"