26 Agustus 2021 Artikel oleh David Mathis Editor Eksekutif , desiringGod.org
Izin untuk pelan-pelan saja— mungkin itu yang kembali dirindukan Anda. Mungkin Anda merasakannya selama beberapa minggu (atau bahkan berbulan-bulan) karena acara-demi-acara yang dibatalkan selama pandemi. Namun sekarang, karena sudah divaksinasi dan adanya tuntutan-kolektif untuk bisa hidup ”normal” (sesegera mungkin), Anda merasakan adanya kebutuhan untuk menjalani hidup yang bergerak lebih pelan dibandingkan yang diizinkan oleh dunia modern.
Anda tidak sendirian. Fenomena tersebut mungkin bisa dimengerti, setidaknya dalam ukuran yang baik.
Zaman Percepatan
Menurut kolumnis New York Times, Thomas Friedman, kita hidup di ”zaman percepatan”. Dunia kita menjadi semakin cepat melalui perkembangan eksponensial teknologi dan berbagai faktor yang menyertainya. Sekarang, ”kecepatan teknologi dan perkem-bangan sains melampaui kecepatan yang biasanya dapat diadaptasi oleh manusia dan masyarakat” (Thank You for Being Late, 39). Friedman menyatakan bahwa ”kita hidup melalui salah satu titik perubahan terbesar dalam sejarah” (3) — mungkin tidak ada bandingannya dalam 500 tahun terakhir.
Kita telah sampai pada ”titik balik fundamental dalam sejarah” (4), dan mungkin Anda telah merasakan berbagai dampaknya seperti yang saya rasakan. Daftar tugas yang harus dilakukan tampaknya bertambah lebih cepat daripada waktu yang kita miliki. Kita terburu-buru di pagi hari. Terburu-buru di jalan. Terburu-buru di tempat kerja. Terburu-buru di antara rapat; di dalam rapat; setelah makan. Terburu-buru menyiapkan makan malam. Terburu-buru makan. Terburu-buru untuk memandikan anak-anak; keluar rumah; kembali ke rumah; dan tidur. Kemudian, kita terburu-buru untuk melakukan lebih banyak hal pada malam hari dan pada akhir pekan dibandingkan waktu yang secara realistis kita miliki. Kemudian, kita terburu-buru pergi tidur. Kurang tidur. Lalu, kita kembali memulai semuanya pada hari berikutnya.
Bahkan lebih dari itu, apa yang ”terburu-buru” terus-menerus lakukan terhadap pekerjaan, kehidupan keluarga, hubungan, dan kesehatan emosionalnya kita adalah mengenai apa yang dilakukannya terhadap jiwa kita. Almarhum Dallas Willard (1935–2013) membunyikan alarm menjelang akhir hidupnya: ”Terburu-buru adalah musuh besar kehidupan rohani pada zaman kita.”
Temukan Dulu Keseimbangannya Anda
Tantangan untuk hidup dalam masyarakat yang serba cepat, dan bisa menemukan cara yang terukur untuk memperlambat hidup kita hingga pada kecepatan yang wajar, muncul dalam berbagai bidang. Semua buku, seperti John Mark Comer’s Ruthless Elimination of Hurry, menawarkan berbagai ide dan strategi. Namun, melalui artikel ini, saya ingin terfokus pada satu hal (yang mungkin sama pentingnya, jika tidak lebih, daripada hal yang lain):
Memulai hari dengan kecepatannya firman Tuhan.
Kecepatannya Siapa? Suaranya siapa?
Pada ”zaman percepatan” kita, hidup ini dipenuhi dengan berbagai kata; berbagai kata di layar; berbagai kata di telinga kita; berbagai kata yang ditulis dalam artikel dan buku elektronik; berbagai kata yang diucapkan di podcast dan radio; berbagai kata-kedagingan dari anggota keluarga, teman sekamar, tetangga, dan rekan kerjanya kita. Pertanyaannya bukan mengenai ”Apakah ada suara di kepalanya Anda?”, melainkan mengenai suara siapakah semuanya itu — dan suara mana yang memengaruhi kita dalam menjalani hari (terkait dengan yang menimbulkan keinginan dan menentukan arah jiwa dan kehidupan kita)?
Ketika memulai hari dengan suara-Nya Allah dalam Kitab Suci, kita menyambut Kebenaran-Nya; berbagai gagasan-Nya; pikiran, kehendak, dan hati-Nya untuk mengarahkan-dan-membentuk hidup kita. Kita berusaha untuk melihat dunia melalui firman Allah alih-alih melihat Allah melalui dunia. Jika kita tidak menerima firman Allah dalam jumlah yang memadai, dan dengan prioritas yang tepat, kita pasti akan mengikuti ”jalan dunia ini” (Efe. 2:2) dan ”menjadi serupa dengan dunia ini” (Rom. 12:2). Tahu-tahu, kita sudah diatur oleh pola, suara, dan kecepatannya dunia ini.
Jadi, salah satu cara penting untuk menahan gelombang pasang dari kecepatannya dunia ini adalah memulai hari dengan suara Allah.
Bergerak Dengan Kecepatannya Firman Allah
Memprioritaskan datang pada Allah itu penting, tetapi begitu juga dengan kecepatan kita bergerak. Terburu-buru masuk dan keluar dari bacaan kita, dengan kecepatan dari kehidupan modern, tidak akan membuat jiwa kita menjadi jauh lebih baik alih-alih belajar untuk membiarkan iramanya firman Tuhan yang mengatur kecepatan kita.
Namun, bagaimana kita bisa melakukan itu? Bagaimana kita bisa membiarkan Allah sendiri yang mengatur kecepatannya? Pertimbangkan mengenai (1) desain teks-teks kuno, khususnya Alkitab, (2) bagaimana kita harus membacanya, dan (3) apa pengaruh pembacaan tersebut terhadap diri kita.
Desain Teks Kuno
Tidak seperti kebanyakan buku kita pada saat ini, dan isi internet, teks-teks kuno tidak ditulis dengan cepat; atau ditulis untuk dibaca dengan cepat. Teks-teks tersebut dirancang untuk dibaca secara perlahan-lahan; dinikmati; dibaca ulang; dan direnungkan. Bagaimanapun, teks-teks ini harus disalin dengan tangan. Jadi, kata-kata yang diterbitkan sangat berharga. Teks-teks ini tidak dimaksudkan untuk dibaca sekali saja, tetapi berulang-ulang. Kitab Suci Kristen, dari semua teks, baik kuno ataupun modern, menghargai usaha membaca berulang ulang; dan membaca secara pelan-pelan.
Apalagi, teks-teks ini adalah perkataan-Nya Allah sendiri; yang ditulis melalui para nabi dan rasul-Nya yang terilhami. Teks Alkitab secara fundamental berbeda dari teks manusia biasa lainnya dan layak mendapatkan pendekatan yang berbeda dari kita — yang berarti, setidaknya, kita bisa membacanya tanpa terburu-buru. Alkitab adalah Kitab yang dinapasi oleh Allah (2 Tim. 3:16, AYT), untuk dihirup oleh kita pada saat kita berusaha mengambil napas untuk hari itu.
Ketika kita ”pelan-pelan” dan merenungkannya, menghafalnya, dan mempelajari Kitab Suci dengan tidak terburu-buru, bahkan dengan langkah santai, kita tidak berhadapan dengannya melalui cara yang asing-dan-tak terduga. Allah memang bermaksud agar firman-Nya dibaca perlahan-lahan dan direnungkan; bukan untuk dibaca secara terburu-buru.
PANGGILAN UNTUK MEMAHAMI — DAN MENGALAMI
Juga, kita perlu pelan-pelan membacanya dibandingkan kecepatan normal kmembaca berita dan berbagai teks pada zaman sekarang sehingga kita dapat memahami apa yang ingin dinyatakan para penulis kuno tersebut; yang berbicara bagi Allah. Kitab Suci ditulis berabad-abad, bahkan ribuan tahun, sebelum zaman kita — di tempat dan pada waktu yang berbeda dari kita. Apalagi, isi Alkitab bersifat ilahi. Petrus menyatakan kalau tidak ada nubuat Alkitab yang ”muncul dari keinginan manusia; sebaliknya orang-orang berbicara atas nama Allah berdasarkan pimpinan Roh Kudus” (2 Pet. 1:21).
Tidak hanya karena Alkitab itu sendiri dirancang untuk digunakan secara berbeda — secara pelan-pelan dan berulang-ulang — dibandingkan kata-kata kita yang dipublikasikan pada zaman ini, tetapi kita juga (sebagai manusia yang modern) memerlukan kecepatan-yang-sepantasnya untuk bisa memahami mengenai apa arti kata-kata tersebut — dan untuk mengalami kebenarannya. Pembacaan Alkitab, khususnya perenungannya, harus menimbulkan respons secara emosional.
Karena alasan ini, membaca-dengan-cepat tidak cocok untuk pembacaan Alkitab. Ketika kita memiliki berbagi pertanyaan (seperti yang sering terjadi) tentang arti kata, frasa atau kalimat dalam konteks, kita tidak bisa terus menyelesaikan bacaan tersebut dan melanjutkan pada bagian lain. Sebaliknya, kita membutuhkan jeda untuk berhenti sejenak dan merenungkannya. Kita perlu memberi waktu-dan-ruang pada diri kita untuk mengajukan berbagai pertanyaan yang membuat kita tidak mengerti dan kemudian mencari jawabannya.
DIBERI MAKAN, BUKAN HANYA DIBERITAHU
Akhirnya, sisi lain bahwa kita tidak hanya sekadar memahami teks Kitab Suci, tetapi juga mengalaminya, dapat dipahami melalui ungkapan ”Berusahalah untuk diberi makan, bukan hanya untuk diberitahu”.
Melalui buku Perenungan dan Persekutuan dengan Allah, Jack Davis mengingatkan untuk adanya “keterlibatan yang lebih reflektif dan santai dengan Kitab Suci” pada zaman kita (20). Menurut Davis, sifat kehidupan modern, dan ”meluapnya informasi” yang kita miliki melalui televisi, smartphone, dan berbagai media baru yang tak ada habisnya ”membuat pembacaan Kitab Suci yang pelan-pelan, tidak terburu-buru, dan reflektif menjadi lebih penting daripada sebelum-sebelumnya” (22).
Dengan santai bukan berarti pasif. Pembacaan yang berkualitas dapat dilakukan dengan santai-dan-menyenangkan sambil tetap waspada dan aktif. Bahkan, keduanya bisa saling selaras. Kecepatan yang tidak terburu-buru memberi ruang untuk adanya pengamatan dan perenungan yang cermat. Sementara itu, membaca aktif menuntut kelambatan dalam tingkat tertentu.
Seiring waktu, ketika sudah mengenal diri sendiri dengan baik, kita belajar mengenai kecepatan-dan-pendekatan seperti apa yang paling nyaman untuk memberi makan jiwa kita; bukan hanya sekadar untuk memberitahu pikiran kita, Kita akan tahu mengenai kecepatan seperti apa yang membantu kita dalam mengatur napas emosional dan menemukan keseimbangan spiritual kita untuk hari yang akan datang. — bagaimana mengumpulkan porsi makanan sehari untuk jiwa kita. Tampaknya, pikiran sering kali bekerja lebih cepat daripada jantung. Langkah yang lebih cepat mungkin bisa merangsang pikiran. Sementara itu, langkah yang lebih pelan bisa memberi ruang untuk memuaskan jiwa.
Melawan Arus Ombak
Tanyakanlah pada diri Anda, ”Seberapa terburu-buru devosinya saya?” Apakah Anda memprioritaskan waktu harian (pagi hari terbukti sebagai waktu yang paling baik bagi sebagian besar orang) untuk merenungkan Alkitab dan memanjatkan doa yang tidak terburu-buru? Apakah Anda telah belajar untuk bergerak dengan kecepatannya teks? Atau apakah Anda merasakan tekanan untuk melakukan devosinya Anda dengan kecepatannya kehidupan modern ini?
Dalam dunia kecepatan-dan-percepatan kita, apa gunanya jiwa Kristen (dan kasih kita untuk orang lain) ketika kita belajar untuk melawan arus dunia ini (dengan polanya yang terburu-buru), dengan rutinitas fajar yang memberi kehidupan, dengan menarik napas kita untuk menghirup napas-Nya Allah dan menghembuskannya melalui doa?
Mungkin salah satu hal yang bisa Anda lakukan untuk melawan budaya modern adalah: pergi tidur tanpa melihat layar apa pun; bangun pagi-pagi; mengambil Alkitab; meletakkan teleponnya Anda; dan membiarkan suara-Nya Allah dalam Kitab Suci yang memenuhi pikiran-dan-hatinya Anda dengan kecepatan-Nya; bukan kecepatannya dunia.
Allah mengizinkan Anda untuk pelan-pelan saja.
***
Artikel ini diterjemahkan dari desiringgod.org dengan judul "You Have Permission to Slow Down: Start the Day with the Voice of God."