BAB 2
Apa yang Erasmus Ajarkan
Argumen 15:
Dasar untuk pemberian upah adalah janji Allah, bukannya kepantasan-manusia-untuk dihargai (merit).
”Upah” yang dimaksud di Injil Matius 5:12 adalah bentuk janji Allah. Namun, sebuah janji tidak secara otomatis selalu membuktikan soal kesanggupan kita dalam melakukan sesuatu. Itu hanya membuktikan kalau kita taat melakukan sesuatu maka akan tersedia upah. Pertanyaannya adalah apakah kita sanggup melakukan hal-hal yang membuat kita diberikan upah, Beberapa orang menyatakan: upah sudah ditentukan bagi setiap orang yang ikut berlomba, karena itu semua orang sanggup dan bisa memperoleh upah! Bukankah itu logika yang konyol? (Akan sangat membantu kalau ”kehendak-bebas” bisa dibangun dengan argumen seperti ini!)
Kamu bersikeras menyatakan: jikalau Allah sudah menetapkan segala sesuatu, maka tidak perlu ada pembicaraan mengenai upah.
Kamu bersikeras menyatakan: jikalau Allah sudah menetapkan segala sesuatu, maka tidak perlu ada pembicaraan mengenai upah. Jika maksudmu kalau kita tidak perlu memberi upah pada mereka yang memang tidak berkehendak untuk melakukan sesuatu, saya setuju. Namun, ketika seseorang melakukan apa yang baik dan yang jahat secara sadar, maka upah dan hukuman menjadi sesuatu yang wajar. Ini benar adanya meskipun mereka tidak bisa memilih kehendak itu dengan kuat hebatnya sendiri. Jika, kita hanya bisa berkehendak untuk melakukan apa yang baik disebabkan anugerah, maka upah sudah jelas diberikan karena anugerah juga.
Namun, kita tidak seharusnya membahas soal upah. Sebaliknya, kita harus membahas soal akibat dari apa yang kita lakukan. Baik hal baik dan buruk sama-sama memiliki upahnya. Neraka dan penghakiman Allah sudah jelas-dan-pasti menanti orang fasik. Pada saat bersamaan, Kerajaan Allah juga menanti bagi mereka yang diberkati oleh Bapa (Mat. 25:34). Jika kita mencoba melakukan apa yang baik didasari motivasi ingin masuk ke dalam Kerajaan Allah, maka kita pasti gagal. Itu hanya akan membuktikan kefasikan kita. Anak-anak Allah melakukan kebaikan semata-mata karena hanya ingin memuliakan Allah. Itulah upah yang ia inginkan.
Jadi, apa yang dimaksud Kitab Suci dengan janji terkait Kerajaan dan ancaman terkait neraka? (Kej. 15:1; 2 Taw. 15:7; Ayub 34:11; Rom. 2:7). Bagian ini hanyalah untuk menunjukkan buah dari kehidupan yang saleh atau fasik. Bagian ini dirancang untuk menuntun dan membangunkan kita. Bagian ini tidak menyatakan apa pun mengenai kepantasan-kita-untuk-dihargai (merit), namun mengajarkan kita mengenai apa yang harus kita lakukan dan mendorong kita untuk setia sampai akhir (Kej. 15:1; 1 Kor. 15:58; 16:13). Itu seperti halnya ketika kita menguatkan seseorang dengan menyatakan apa yang ia kerjakan itu berkenan pada Allah atau melawan Allah.
Namun, kamu berargumen: ”Mengapa Allah perlu repot-repot menyatakan semua ini kepada kita kalau sejak awal segala sesuatu sudah ditetapkan?” Jawabannya adalah: Allah mengerjakan kehendak-Nya pada kita melalui firman-Nya. Dia bisa saja melakukan semua ini tanpa menggunakan firman-Nya. Namun, Dia lebih bersukacita jika kita taat melakukan firman-Nya sebagai rekan sekerja-Nya. Jadi, Allah menyatakan semua ini melalui firman-Nya semata-mata untuk melibatkan kita. Allah mengerjakan kehendak-Nya dalam kita, tetapi juga menyatakan firman-Nya bagi seluruh dunia terkait soal upah dan hukuman sehingga kuasa dan kemuliaan-Nya bisa diberitakan ke seluruh dunia. Begitu juga untuk yang terkait kelemahan dan kejahatan kita. Meskipun dunia menolak soal ini, kebenaran ini hanya bisa diterima di hati mereka yang sudah diperdamaikan.
Jawabannya adalah: Allah mengerjakan kehendak-Nya pada kita melalui firman-Nya. Dia bisa saja melakukan semua ini tanpa menggunakan firman-Nya.