Semua Cukup, Semua Memuaskan

Apa Yang Dilihat Oleh Iman-yang-Menyelamatkan di Dalam Kristus

20 April 2022
Artikel oleh John Piper
Pendiri & Pengajar, desiringGod.org


Ketika saya berbicara tentang natur iman-yang-menyelamatkan, saya berbagi semangat orang Protestan dan Reformasi untuk membesarkan keagungan, kemuliaan dan semua kecukupan Allah di dalam Kristus. 

Hati saya melonjak kegirangan ketika saya membaca bagaimana Calvin meninggikan kemuliaan Allah sebagai tema utama dalam Reformasi. Kepada Kardinal Sadolet, seorang Katolik Roma yang menjadi musuhnya, Calvin menulis, ”Semangat [Anda] dalam kehidupan rohani [adalah] semangat yang membuat seseorang mengabdi pada dirinya sendiri dan tidak, bahkan dengan satu ekspresi pun, membangkitkan dirinya untuk menguduskan nama Allah (A Reformation Debate, 52).

Ini adalah pertentangan utama Calvin dengan teologi Roma: teologi mereka tidak menghormati keagungan dari kemuliaan Allah dalam keselamatan sebagaimana seharusnya. Selanjutnya Calvin berkata kepada Sadolet bahwa apa yang diperlukan dalam seluruh doktrin dan kehidupan adalah untuk ”meletakkan di hadapan [manusia], semangat untuk menggambarkan kemuliaan Allah, sebagai tujuan utama keberadaannya” (Ibid).

Isu utama dari iman-yang-menyelamatkan adalah mengenai kemuliaan Kristus. Lalu, bagaimanakah iman-yang-menyelamatkan tersebut memuliakan Kristus? Satu jawaban adalah iman secara ilahi, sebagai menerima anugerah (Yoh. 1:11-13; Kol. 2:6), akan menarik semua perhatian pada Kristus. Iman-yang-menyelamatkan akan memuliakan Allah dengan cara mengalihkan pandangan kita pada Kristus saja – pada kecukupan di dalam Dia, termasuk darah-Nya dan kebenaran-Nya (yang tanpa itu semua kita tidak punya hak untuk berdiri bersama Allah). Untuk itu, dengan sepenuh hati saya berkata, Amin! Mari kita rela mati untuk hal ini. Seperti kebanyakan orang.  

Namun, ada yang lebih baik. Ada banyak kemuliaan yang akan diberikan pada Kristus sewaktu kita menerima Dia untuk pembenaran. 

Penglihatan Akan Realitas Rohani

Ada alasan yang baik untuk berpikir bahwa Paulus dan para penulis Perjanjian Baru (PB) yang lainnya memahami iman-yang-menyelamatkan sebagai sejenis penglihatan rohani akan realitas rohani, khususnya tentang kemuliaan diri Kristus yang dapat dibuktikan sendiri.  Sebagai contoh, Paulus mengkontraskan orang percaya dan orang yang tidak percaya dengan apa yang mereka lihat dan tidak mereka lihat dalam kemuliaan Kristus.

Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka ia tertutup untuk mereka, yang akan binasa, yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan  oleh ilah  zaman ini,  sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus,  yang adalah gambaran Allah… Sebab Allah yang telah berfirman: “Dari dalam gelap akan terbit terang! “, Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus. (2 Kor. 4:3-6).

Orang-orang yang tidak percaya buta terhadap ”cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus.” Namun, bagi orang percaya, ”Allah … membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita” untuk memberi kita terang itu. Kedua golongan orang tersebut sudah mendengar kisah dalam Injil. Keduanya menangkap fakta sejarah dari Injil. Namun, orang yang tidak percaya masih berjalan karena terang (alami), bukan karena iman (2 Kor. 5:7). Pandangan alami memandang Injil tanpa kesadaran rohani akan kemuliaan Kristus di dalamnya. Pikiran alamiah (1 Kor. 2:14), dengan matanya yang alami, tidak melihat apa yang dilihat iman dalam Injil.

Namun situasinya berbeda sekali dengan orang percaya, yang digambarkan di ayat 6. Mereka mengalami keajaiban dari ciptaan baru yang diberi terang dari Allah. Mereka melihat apa yang tidak dilihat oleh orang yang tidak percaya. Allah berfirman, pada hari pertama penciptaan, ”Jadilah terang!” dan melalui firman yang menciptakan iman itu, Allah memberi ”terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus” (2 Kor. 4:6). Ketika hal ini terjadi, maka orang yang tidak percaya menjadi percaya. Ini adalah perbedaan yang agung-dan-fundamental antara orang percaya dan orang yang tidak percaya. Dengan mendengar Injil, orang percaya melihat kemuliaan Allah pada wajah Kristus.

Terbangun dari Kebosanan

Sebelum keajaiban dari 2 Kor. 4:6 terjadi pada kita, kita mendengar Injil sebagai kisah Kristus dan melihatnya sebagai sesuatu yang membosankan; bodoh; dongeng semata; atau tidak bisa dimengerti. Kita tidak melihat ada keindahan atau nilai yang menarik dari diri Kristus. Lalu Allah ”membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita,” dan kita melihat kemuliaan-Nya.

Ini bukanlah sebuah keputusan. Ini adalah sebuah penglihatan. Kita beralih dari buta menjadi melihat. Ketika kita beralih dari buta menjadi melihat, tidak ada waktu untuk memutuskan apakah kita sedang melihat. Itu bukanlah sebuah pilihan. Kita tidak bisa memutuskan untuk tidak melihat ketika kita sedang melihat. 

Kita tidak bisa memutuskan untuk tidak melihat kemuliaan pada apa yang kita lihat sebagai sebuah kemuliaan. Itulah mukjizat yang dikerjakan Allah di ayat 6. Dulu kita melihat fakta-fakta Injil tanpa melihat keindahan Kristus. Kemudian, Allah berbicara dan kita melihat keindahan realitas ilahi melalui fakta-fakta Injil. 

Penglihatan dalam 2 Kor. 4:6 adalah sebuah konversi. Ini adalah mengenai terjadinya orang percaya. Ayat 4 menggambarkan “orang yang tidak percaya” dan ayat 6 menggambarkan terjadinya orang percaya. Kelompok yang satu buta terhadap kemuliaan Kristus yang memikat. Kelompok yang lain melihat kemuliaan Kristus sebagaimana adanya – meyakinkan. Atau dengan kata lain, orang percaya diberi kemampuan untuk melihat-dan-menerima Kristus sebagai sesuatu yang amat mulia. Ini adalah arti menjadi orang percaya; atau memiliki iman-yang-menyelamatkan.

’Harta Ini Kami Punyai’

Sekarang, bagaimana Paulus menggambarkan pengalaman ini di ayat berikutnya (2 Kor. 4:7)? Dia berkata, ”Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami.” Arti paling alami dari ’harta’ di dalam bejana tanah liat adalah apa yang baru Allah kerjakan di dalam diri kita di ayat 6: ”terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.” Kata ini dalam ayat 7 menjelaskan adanya hubungan yang spesifik. ”Harta ini kami punyai.” Dia tidak berbicara secara luas dan umum. Dia mengacu pada harta yang spesifik, ”harta ini,” yaitu harta yang baru saja digambarkannya. 

Tidaklah aneh jika Paulus menggunakan kata harta untuk menggambarkan kemuliaan Kristus di hati manusia. Tidak ada yang lebih wajar bagi Paulus. Dia senang memikirkan Kristus sebagai kemakmuran, kekayaan, dan hartanya orang percaya. Dia berbicara tentang ”kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu” (Efe. 3:8), ”kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus” (Fil. 4:19), ”kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus” (Efe. 2:7) dan  ”betapa kaya dan mulianya rahasia itu di antara bangsa-bangsa lain, yaitu: Kristus ada di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan!” (Kol. 1:27). Ini adalah detak jantung pelayanannya Paulus; makna hidupnya. Paulus melihat dirinya ”sebagai orang miskin, namun memperkaya banyak orang” (2 Kor. 6:10) – kaya dengan Kristus!

Jadi, yang menjadi pertanyaan kita adalah apakah 2 Kor. 4:6 menggambarkan bagaimana seseorang menjadi percaya, yaitu bagaimana iman-yang-menyelamatkan menjadi ada. Hal itu terjadi ketika Allah menghilangkan kebutaan rohani dan menggantinya dengan penglihatan akan kemuliaan Allah dalam Kristus — keindahan Kristus; bobot nilai Kristus; realitas Kristus yang ilahi. Keajaiban dari penglihatan rohani ini adalah menjadi beriman-percaya (yaitu menerima Kristus sebagai yang benar dan mulia). Dalam keajaiban ini, orang percaya secara bersamaan bersatu dengan Kristus. Kita ”memiliki” Kristus. Dia adalah milik kita dan kita adalah milik-Nya. Lalu untuk membuatnya sangat jelas, Paulus menyebut hal ini sebagai ”harta” (2 Kor. 4:7).

Semua Cukup, Semua memuaskan

Jika demikian maka bagaimana iman-yang-menyelamatkan memuliakan Kristus?

Tentu saja iman-yang-menyelamatkan akan memuliakan Kristus, yaitu dengan cara mengalihkan pandangan kita dari yang tadinya pada diri kita sendiri pada darah dan kebenaran-Nya yang memadai tersebut. Tanpa hal tersebut, kita tidak punya hak untuk berdiri bersama Allah. Ya. Kemuliaan Kristus dipertaruhkan untuk melindungi kebenaran-Nya dari segala gangguan dari kebenaran versi kita sendiri; yang bisa mengompromikan kecukupan-Nya sendiri. Jadi, biarlah kemuliaan Kristus berkobar dalam kecukupan dari ketaatan-Nya yang sempurna sampai mati, sebagai satu-satunya dasar penerimaan kita dengan Allah.

Namun, ada lebih banyak kemuliaan yang dinyatakan karena Allah merancang kesatuan kita dengan Kristus hanya melalui iman saja. 

Surat 2 Kor. 4:4-7 adalah salah satu pasal dari banyak pasal lain yang menunjukkan bahwa yang dipertaruhkan bukan hanya kecukupan akan apa yang Kristus kerjakan, melainkan juga nilainya; keindahannya; kemuliaannya yang memuaskan. Atau lebih tepatnya, apa yang dipertaruhkan dalam cara kita dibenarkan adalah pancaran nilai Kristus sendiri; keindahan Kristus; kemuliaan Kristus yang tercermin dalam pembenaran-oleh-iman dari umat-Nya. 

Dengan kata lain, Allah menetapkan iman menjadi alat pembenaran bukan hanya untuk membesarkan kecukupan dari  ketaatan hidup-dan-mati-Nya Kristus, tetapi juga membesarkan keindahan dan nilainya yang tidak terbatas. Iman bukanlah sebuah cara untuk menerima semua hal yang cukup itu (yang saya manfaatkan untuk melarikan diri dari neraka dan mendapatkan surga yang bahagia, sehat, dan tanpa Kristus). Allah tidak merancang iman sebagai sarana pembenaran untuk mengubah kebenaran Kristus dari sebuah tiket penderitaan diri di neraka menjadi kesenangan diri di surga.

Tidak. Allah merancang iman sebagai sarana pembenaran yang secara tepat bisa mencegah orang sekadar memanfaatkan pekerjaan Kristus. Itu sebabnya iman-yang-menyelamatkan bukan hanya mengenai menerima kecukupan Kristus, melainkan juga menerima Kristus sebagai harta kita. Iman memahami-dan-menerima Kristus — satu-satunya dasar pembenaran kita — tidak hanya bermanfaat, tetapi juga sebagai sesuatu yang mulia. Tidak hanya memadai, tetapi juga memuaskan.

Menghargai Kepercayaan

Allah dimuliakan ketika Dia dipercaya sebagai yang benar dan bisa diandalkan. Dia lebih dimuliakan ketika kepercayaan ini menjadi sebuah kepercayaan yang kita hargai – menjadi puas dengan keberadaan Allah bagi kita di dalam Yesus. Allah merancang iman-yang-menyelamatkan sebagai iman-yang-dihargai-sebagai-harta karena Allah yang dihargai karena siapa Dia lebih dimuliakan ketimbang Allah yang hanya dipercayai karena apa yang dilakukan-Nya atau karena apa yang diberikan-Nya.Karena itu, bahwa Allah merancang iman-yang-menyelamatkan termasuk meliputi dimensi afeksi yang saya rangkum dalam frasa menghargai Kristus sebagai harta tidaklah mengherankan. Karena dengan cara ini, Dia menciptakan kesenangan untuk memuliakan Allah dalam kehidupan orang Kristen dari awal hingga akhir. Karena hal itu ada sejak milidetik pertama hidup baru di dalam Kristus dan ada dalam iman-yang-menyelamatkan. Tidak sempurna (bukan tanpa naik turun dan keraguan), tetapi nyata. Hal itu akan ada selamanya karena di hadapan Allah ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Nya ada nikmat senantiasa (Maz. 16:11).

***

Artikel ini diterjemahkan dari desiringgod.org dengan judul "All-Sufficient, All-Satisfying."

You may also like...

Tinggalkan Balasan