Pengakuan Dari Mantan Pencari-Perkenanan-Manusia

27 Desember 2021
Artikel oleh Marshall Segal
Staff Penulis, desiringGod.org

Siapa pun Anda, di mana pun Anda tinggal, dalam zaman apa pun Anda hidup, Anda hanya bisa hidup untuk menyenangkan manusia atau untuk menyenangkan Allah. Jika Anda mengira adalah mungkin untuk melayani keduanya, Anda lebih mungkin sedang menjalani hidup yang berorientasi untuk menyenangkan manusia, bukan Tuhan. 

Allah benar dan berhak cemburu menuntut pengabdian kita yang terutama-dan-seutuhnya. Setiap hubungan bermakna lainnya yang kita miliki, baik yang secara terang-terangan atau terselubung, akan diperbandingkan dengan hubungan kita dengan-Nya; yang akan menurunkan-Nya dari takhta. Itulah sebabnya Yesus berkata, ”Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku” (Mat. 10:37). Dosa memiliki caranya sendiri dalam membuat kasih-dan-perkenanan manusia tampak lebih menarik dan bermakna ketimbang kasih-dan-perkenanan-Nya Allah.

Rasul Paulus memahami godaan dari rasa takut kehilangan perkenanan manusia. Dia tahu bahwa tidak seorang pun bisa melayani dua tuan. 

… adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus” (Gal. 1:10). 

Perbandingannya memang mengejutkan seperti yang kita takuti, yaitu kita tidak bisa berkenan kepada manusia dan tetap bisa sambil melayani Kristus. Tentu saja, Paulus sendiri juga yang menyatakan, ”Sama seperti aku juga berusaha menyenangkan hati semua orang dalam segala hal” (1 Kor. 10:33). Namun, ia melakukannya karena kasih itu merupakan ekspresi dari keinginannya yang lebih besar untuk menyenangkan Allah (1 Kor. 10:31, 33). Jika kita, hidup untuk mendapatkan puji-pujian, persetujuan, dan perkenanan manusia, maka kita tidak bisa menjadi milik Kristus. 

Jadi, apakah kita mengenali pencobaan yang membinasakan ini dalam hubungan kita? Seperti Paulus, apakah kita sudah tidak mencari perkenanan manusia? Suratnya kepada jemaat Galatia memberi kita sekilas pandang mengenai medan pertempuran terhadap hal ini dan beberapa senjata untuk memeranginya. 

Berhubungan Erat Dengan Para Pencari Perkenanan Manusia 

Paulus bisa berbicara dari sudut pandang pribadi tentang takut akan manusia karena dia dulunya pernah mengejar-ngejar perkenanan dari orang-orang sekelilingnya. Berikut ini adalah pengakuan dari mantan orang yang mencari-perkenanan-manusia:

”…Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus…. Sebab kamu telah mendengar tentang hidupku dahulu dalam agama Yahudi: tanpa batas aku menganiaya jemaat Allah dan berusaha membinasakannya. Dan di dalam agama Yahudi aku jauh lebih maju dari banyak teman yang sebaya dengan aku di antara bangsaku, sebagai orang yang sangat rajin memelihara adat istiadat nenek moyangku” (Gal. 1:10, 13-14).

Kehidupan Paulus yang sebelumnya menggambarkan betapa merusaknya rasa takut akan manusia itu. Ketika dia menganiaya gereja dengan kejam – menghina, menyerang, memenjarakan, bahkan membunuh mereka yang percaya pada Yesus – Paulus sedikit demi sedikit mengumpulkan perhatian, persetujuan, puji-pujian dari rekan sejawatnya. Tentu saja, dia pada saat itu berkata kalau dia melakukan semuanya itu untuk menyenangkan Allah (dan dia mungkin memang mengira sedang berjuang untuk menyenangkan Allah), tetapi di kemudian hari Paulus bisa lebih jelas melihat motivasinya yang tersembunyi tersebut. 

Ketika Paulus berkata, ”… Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia,” kata ”masih” dalam kalimat tersebut sangatlah penting. Paulus telah melayani ilah-mencari-perkenanan manusia, selama bertahun-tahun, dan dia mendapati ilah tersebut adalah seorang tuan yang kejam; seorang pencuri kehidupan, kasih, dan sukacita; sebuah jalan buntu. Melalui Surat Galatia, Paulus menulis surat penggembalaan pada jemaat yang sedang dicobai untuk melayani ilah yang sama dengannya. 

Ilah-Ingin-Terlihat-Baik 

Bagaimana persisnya mereka yang mencari perkenanan manusia menyusup dalam jemaat Galatia? Para guru palsu telah menyelinap ke sana dan mengajarkan kalau orang-percaya dari kelompok non-Yahudi juga harus memelihara hukum Taurat Yahudi untuk bisa diselamatkan. Kita tahu bahwa isi hatinya para guru palsu ini tidak memikirkan jemaat, tetapi dirinya sendiri.

Para guru palsu ini ingin terhindar dari penganiayaan yang dilakukan orang-orang Yahudi (yang mungkin akan terjadi) terhadap jemaat Galatia karena mereka mengakui Kristus, tetapi menolak memelihara sunat, aturan tentang makanan, dan berbagai hukum Taurat Yahudi lainnya. Mereka juga ingin dikenali-dan-dipuji oleh para pemimpin bangsa Yahudi karena telah mem-proselit-kan orang-orang non-Yahudi ini (mengubah mereka menjadi penganut Yudaisme). Dengan kata lain, mereka takut dengan penolakan-dan-penganiayaan dari kelompok tertentu dan menginginkan persetujuan dan pujian dari kelompok tertentu tersebut. Paulus menjelaskan: 

Mereka yang secara lahiriah suka menonjolkan diri, merekalah yang berusaha memaksa kamu untuk bersunat, hanya dengan maksud, supaya mereka tidak dianiaya karena salib Kristus. Sebab mereka yang menyunatkan dirinya pun, tidak memelihara hukum Taurat. Tetapi mereka menghendaki, supaya kamu menyunatkan diri, agar mereka dapat bermegah atas keadaanmu yang lahiriah (Gal. 6:12-13).

Kepalsuan mereka sangatlah nyata. Mereka sendiri bahkan tidak memelihara hukum Taurat, tetapi menghendaki semuanya itu dilakukan orang lain karena kepatuhan orang lain membuat mereka terlihat baik. Apalagi, terlihat baik adalah ilah mereka yang sebenarnya. 

Perangkap Pertama: Puji-pujian 

Terlatih mengenali pencobaan itu, Rasul Paulus mengenali pengaruh yang merusak dan menyesatkan jemaat di Galatia tersebut. Para guru palsu, yang diperbudak oleh rasa takut akan manusia, berusaha memangsa hasratnya jemaat Galatia untuk diterima-dan-diakui. Perhatikan baik-baik strategi mereka yang disebutkan Paulus karena itulah strategi utama dari banyak hal buruk yang kita dengar-dan-lihat di dunia pada zaman ini. 

Mereka dengan giat berusaha untuk menarik kamu, tetapi tidak dengan tulus hati, karena mereka mau mengucilkan kamu, supaya kamu dengan giat mengikuti mereka (Gal. 4:17).

Mereka memulai dengan memuji-muji terlebih dahulu. Itu merupakan taktik yang efektif dalam membujuk mereka-yang-mencari-perkenanan manusia. Terlihat dan terdengar sehangat apa pun puji-pujian mereka, semuanya itu hanyalah sesuatu yang egois dan merusak. Semuanya itu hanyalah akan mengaburkan realitas, mengikis rasa percaya, dan mementingkan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain (Ams. 26:28). ”Mereka dengan giat berusaha untuk menarik kamu, tetapi tidak dengan tulus hati.” Mereka bicara manis untuk menarik Anda, tetapi tanpa benar-benar memikirkan kepentingannya Anda.  

Injil menyatakan kalau kita lebih buruk daripada yang kita pikir, tetapi kasih karunia-Nya Allah lebih besar daripada dosa kita. Para pemuji ini malah menyatakan kita lebih baik daripada yang kita pikir; bahwa kita pastinya lebih baik dibandingkan orang lain. Jika kita hidup untuk perkenanan manusia alih-alih perkenanan Allah, maka diri kita menjadi lebih rentan untuk dibujuk rayu. Orang-orang bisa mempengaruhi-dan-memanipulasi kita dengan berusaha untuk memuaskan dahaga kita akan sebuah pengakuan. 

Mungkin salah satu cara untuk menyadari bahaya ini dalam hubungan pribadi kita adalah dengan bertanya, ”Apakah orang yang biasa mengakui saya juga adalah dia yang biasa mempertanyakan saya? Jika mereka bersedia memuji saya, apakah mereka juga bersedia mengoreksi saya?” 

Perangkap Kedua: Penolakan 

Para guru palsu menggunakan dua strategi yang berbeda untuk memangsa rasa takut-akan-manusianya jemaat Galatia (yang menunjukkan betapa terselubung dan kompleksnya perang ini). Kedua strategi tersebut menyasar rasa-tidak-aman, tetapi dari dua arah yang berbeda,

Ya, awalnya mereka menyesatkan dengan berbagai puji-pujian. Namun, perhatikan bagaimana mereka mengancam untuk mengucilkan mereka yang tidak mau taat. Mereka berusaha meyakinkan orang yang baru percaya kalau mereka perlu memelihara hukum Taurat Yahudi tertentu untuk bisa menjadi umat Tuhan. ”… mereka mau mengucilkan kamu, supaya kamu dengan giat mengikuti mereka” (Gal. 4:17). Mereka berusaha menciptakan adanya kelompok orang percaya yang ”sejati” yang terlihat spesial-dan-eksklusif. Mereka berusaha menarik Anda dengan membuat Anda merasa terkucilkan. Apakah kita mengira cancel culture adalah hal yang baru untuk kita pada zaman ini? Iblis tahu betapa orang yang mencari perkenanan manusia begitu mendambakan persetujuan orang lain adalah mereka yang juga takut dengan penolakan orang lain. 

Jadi, di bagian mana kita menjadi rentan dari rasa takut terkucilkan ini? Salah satu cara untuk menguji diri kita adalah dengan bertanya mengenai kebenaran Kristen mana yang kita berusaha coba sembunyikan – apakah yang terkait aborsi, seks dan seksualitas, etnis, atau apa pun – supaya bisa diterima oleh kelompok yang kita dambakan bisa mendapatkan perkenanannya mereka? (Catatan: kelompok ini bisa orang-orang di dunia atau bahkan di dalam gereja). Apakah hasrat kita untuk diterima mereka telah membuat kita merasa malu akan apa yang dinyatakan oleh Allah?

Puji-pujian memangsa kehausan kita untuk dikagumi. Tekanan yang kedua ini memangsa ketakutan kita terkucilkan; ditinggalkan – hingga pada akhirnya menjadi sendirian. 

Dunia Sudah Mati Bagi Saya 

Jadi, bagaimana saya bisa terlepas dari dua perangkap ganda yang datang dari rasa takut akan manusia ini? Terbebas dari perangkap ini, Paulus memberikan arahan bagi mereka yang sedang dicobai dengan hal yang sama. Untuk bisa terbebas dari kebiasaan mencari perkenanan manusia, maka ada dua hal yang perlu dimatikan:

….[para guru palsu] menghendaki, supaya kamu menyunatkan diri, agar mereka dapat bermegah atas keadaanmu yang lahiriah. Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia (Gal. 6:13-14).

Pertama, dunia harus disalibkan bagiku. Apa maksudnya? Ketika Paulus bertobat, meninggalkan semua cara hidup yang berusaha menyenangkan manusia, tidak ada hal yang berubah di dunia ini. Semua tekanan tetap sama dalam usaha mengintimidasinya supaya bisa menyelaraskan diri. Semua pengharapan sosial yang sama tetap berada di sekelilingnya. Semua risiko yang mengancam untuk mengucilkan dan melukainya (atau hal lain yang lebih buruk) tetaplah sama. Namun, Paulus tetap bisa menyatakan kalau suatu hari dia akan bertemu dengan Yesus dan dunia telah disalibkan baginya. Dunia – apakah pendapat, hasrat, puji-pujian, dan kritik dari kebanyakan manusia – tiba-tiba kehilangan kuasanya atas Paulus. Seolah-olah segala sesuatu yang tadinya menguasainya telah dipakukan di atas salib dan dibiarkan mati di sana.

Bagaimana dunia kehilangan kuasa seperti itu atas kita? Melalui kematian yang lebih menyakitkan, yaitu saya disalibkan bagi dunia. Karena dunia telah kehilangan kuasanya atas kita, maka kita juga harus menyerahkan hasrat kita untuk menyenangkan dunia. Untuk berjalan mengikuti Allah Putra yang disalibkan, maka kita harus menyalibkan tuannya kita yang sebelumnya (apa pun dosa yang membelenggu kita). Untuk mengalami sukacita hidup dalam Kristus, Paulus harus mati bagi hasrat untuk dikagumi dan dipuja-puji rekan sejawatnya. Dia tidak bisa menikmati kedua hal tersebut sekaligus. ”Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.” Jadi, dia menolak tuan yang tadinya melahirkan rasa takut sambil mencuri hidupnya, yang menambah rasa bersalah sambil menurunkan kedamaian, yang menguatkan rasa tidak aman sambil membisukan kasih. Paulus memilih tuan yang lebih baik.Memilih hidup untuk memperkenan Allah, bukan manusia, memang akan membuat kita berkorban. Paulus diburu, dipukuli, dirampok, dipenjarakan, dan dilempari batu hingga hampir mati karena dia memilih hal itu. Namun, dia masih bisa berkata: ”Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita” (Rom. 8:18). Tidak dapat dibandingkan. Itulah kunci untuk mengatasi rasa takut akan manusia. Kita bisa mematikan rasa nyaman mencari perkenanan manusia jika kita menyadari, sama seperti Paulus, betapa lebih memuaskan kalau kita bisa menderita untuk menyenangkan Allah.

***

Artikel ini diterjemahkan dari desiringgod.org dengan judul "Confessions of a Former People-Pleaser"

You may also like...

Tinggalkan Balasan