Sesampainya di Yerusalem, Yesus masuk ke Bait Allah. Karena hari sudah hampir malam, Ia keluar lagi ke Betania bersama dengan murid-murid-Nya (Mrk 11:11). Besoknya, Ia datang kembali ke sana. Kali ini, kedatangan-Nya disertai kegaduhan. Ia mengusir orang-orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Meja-meja para penukar uang dan bangku-bangku para pedagang merpati dibalikkan-Nya (Mrk 11:15-19).
Tiga tahun sebelumnya, Yesus juga sudah pernah mengusir mereka dengan cambuk dari tali (Yoh 2:13-17). Mereka tak kunjung mau bertobat. Profit-oriented telah membutakan mata dan mengeraskan hati mereka. Di sinilah kemarahan yang suci dinyatakan. Bagi Saudara yang belum paham kalau Allah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Allah yang sama, maka segeralah cari tahu. Allah Yang Mahakasih adalah Allah Yang Mahaadil juga.
Kitab Keluaran 32:26-29 mencatat peristiwa 3000 orang Israel dibantai atas perintah Musa; justru ketika Musa baru turun dari gunung sehabis menerima 10 Perintah Allah. Kitab 1 Raja-raja 18:40 juga mencatat peristiwa Nabi Elia menyembelih 450 nabi-nabi Baal dengan tangannya sendiri.
Kalau Saudara sungguh-sungguh sudah paham kalau Allah Yang Mahakasih adalah Allah Yang Mahaadil juga, maka kisah Yesus mengusir orang-orang yang berjual beli di halaman Bait Allah adalah hal-hal yang wajar saja.
Halaman Bait Allah adalah tempat yang seharusnya diperuntukkan bagi bangsa-bangsa non-Yahudi (Gentiles) untuk beribadah kepada YHWH (TUHAN). Profit dari bisnis penukaran uang dan penjualan merpati telah membuat gelap mata banyak orang sehingga mereka tidak sungkan-sungkan “menjajah” tempat itu. Demi profit, Tuhan dikesampingkan; Tuhan dianggap tiada.
Kemungkinan besar karena ada profit-sharing dan kongkalikong antara para imam dan para pedagang, konon merpati dijual dengan harga dua puluh kali lipat dari harga pasaran. Walaupun mahal, para pengunjung Bait Allah terpaksa membeli dari para pedagang ini. Korban persembahan yang mereka bawa jauh-jauh dari kampung sudah pasti akan dinyatakan tidak layak oleh para imam.
Apakah profit-oriented juga telah membutakan mata dan mengeraskan hati kita juga? Apakah cambuk dari tali pun sudah tak berarti apa-apa lagi bagi kita?