Lebih Baik Menderita karena Berbuat Baik

1 Pet. 4:1-2 (AYT)
Jadi, karena Kristus telah menderita secara jasmani, hendaklah kamu mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang sama, sebab orang yang telah mengalami penderitaan jasmani, telah berhenti berbuat dosa sehingga dalam menjalani sisa hidup di dunia ini, ia tidak lagi mengikuti keinginan manusia, melainkan kehendak Allah.



Apa maksud “orang yang telah mengalami penderitaan jasmani, telah berhenti berbuat dosa” (he that hath suffered in the flesh hath ceased from sin) di ayat ini? Apakah Petrus sedang menganjurkan kita hidup membiara? Atau untuk mengikuti pola hidup Fransiskus Asisi menjadi seorang asketis? 

Tentu saja tidak. Alkitab sama sekali tidak pernah memerintahkan kita untuk menjadi biarawan/biarawati. Orang Kristen justru diutus sebagai domba di tengah-tengah para serigala (Mat.10:16); ada di tengah-tengah dunia, tetapi tidak berasal dari dunia (Yoh. 17:14-16). 

1 Pet. 4:1-2 ini harus dipahami sebagai sebuah kesimpulan dari 1 Pet. 3:18-22. Melalui 1 Pet. 3:18-22 Petrus menjelaskan kalau kemenangan Kristus melawan kuasa dosa melalui jalan salib yang penuh derita. Karena itu, sebagai pengikut-Nya, “jalan salib yang penuh derita” bukanlah sesuatu yang perlu kita hindari. 

Sebaliknya, kita malah diperintahkan untuk “mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang sama”. Bahwa, cepat atau lambat “jalan salib yang penuh derita” itu akan kita jalani kalau kita sungguh-sungguh setia mengikuti Tuhan Yesus. 

Seruan “mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang sama” ini paralel dengan apa yang diungkapkan Paulus di Surat 2 Korintus 12:10. Jika kita sungguh-sungguh sudah mempersenjatai diri kita dengan baik, maka satu hari kelak kita bisa mengatakan hal yang sama dengan Paulus: “Itulah sebabnya, aku merasa senang dalam kelemahan, dalam siksaan, dalam kesukaran, dalam penganiayaan, dan dalam kesulitan dengan Kristus. Karena ketika aku lemah, maka aku kuat” (2 Kor. 12:10, AYT).

Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah (Rom. 8:8). Karena itu, untuk bisa berkenan kepada Allah, mereka harus mematikan keinginan dagingnya sehingga mungkin harus mengalami berbagai penderitaan. Oleh Roh kita mematikan perbuatan-perbuatan tubuh (Rom. 8:13) sehingga kita “tidak lagi mengikuti keinginan manusia, melainkan kehendak Allah”.

Itulah mengapa Petrus mengingatkan kita kalau “lebih baik menderita karena berbuat baik, jika itu memang kehendak Allah, daripada menderita karena berbuat jahat” (1 Pet. 3:17).

You may also like...

Tinggalkan Balasan