Karunia Rohani dari Pintu yang Tertutup:
Bagaimana Penantian Melayani Pelayanan

21 Agustus 2022
Artikel oleh Marshall Segal
Staf penulis, desiringGod.org

Terkadang Allah membuat kita menunggu terbukanya pintu dalam pelayanan karena penantian-yang-tidak-diinginkan merupakan salah satu persiapan terbaik untuk pelayanan.

Pada musim gugur tahun 2008, saya sudah tahu bahwa saya ingin menjadi seorang gembala. Saat itu merupakan tahun terakhir saya di Wake Forest University. Saya bertanya-tanya apakah saya bisa menjadi seorang guru sekolah menengah sehingga saya mencoba untuk mengikuti beberapa kelas pendidikan. Namun, karena saya sudah terpikir mungkin akan masuk ke dalam dunia pelayanan, saya juga mengambil satu kelas yang tak terlupakan di sebuah divinity school tentang Rasul Paulus dan surat-suratnya. Kelas ini dipegang oleh seorang lesbian universalis. Pada hari terakhir di kelas tersebut, dia mengembalikan kertas tugas akhir kami dan mengatakan kepada saya bahwa dia berpikir saya harus mempertimbangkan untuk terjun ke dalam pelayanan Kristen. Peristiwa ini hampir saja meyakinkan saya untuk tidak melakukannya.

Tidak, terlepas dari pengalaman saya di divinity school tersebut, saya masih ingin menjadi seorang gembala terutama karena saya telah menyaksikan mata para remaja yang matanya berbinar, lagi dan lagi, ketika kami bersama-sama membaca tentang Yesus dalam Injil Yohanes. Saya menjadi orang percaya melalui pelayanan Young Life dan kemudian menjadi sukarelawan dari pelayanan tersebut sepanjang kuliah. Saya menghabiskan banyak waktu luang saya di East Forsyth High School, menonton pertandingan sepakbola JV, bermain pingpong, dan menceritakan mengenai apa yang telah Allah lakukan untuk saya pada anak-anak berusia 14 dan 15 tahun. Saya tidak pernah merasa lebih hidup ketimbang ketika saya melihat Allah menggunakan sesuatu dalam firman-Nya untuk membakar filamen pikiran mereka.

Setelah satu kelas itu, saya menjauhi divinity school, dan memutuskan untuk mengambil jurusan bisnis dengan minor dalam bahasa Yunani kuno (mungkin satu-satunya di kelas saya yang melakukan hal tersebut). Ketika saya lulus pada 2008, saya tahu kalau saya membutuhkan lebih banyak pelatihan untuk belajar bagaimana memahami Alkitab dengan setia sehingga saya langsung pergi ke Bethlehem College & Seminary. Saya lulus pada 2012.

Kini, sepuluh tahun kemudian, saya masih bukan seorang pendeta.

Kerendahan Hati dalam Pelayanan

Nah, untuk menyatakan bahwa saya belum menjadi seorang gembala tidak berarti bahwa Allah belum membuka pintu yang nyata untuk pelayanan. Dia jelas telah membukanya. Artikel ini sendiri hanyalah salah satu bukti yang manis dan tak terduga. Namun, saya belum memimpin dengan cara yang saya pikir sudah akan saya lakukan pada saat ini (yang telah memberi saya kesempatan untuk merenungkan mengapa hal itu mungkin terjadi). Mengapa Allah memberi saya ambisi untuk memimpin, dan memberikan konfirmasi yang kuat tentang karakter dan kemampuan saya, namun menahan kesempatan tertentu untuk memimpin?

Karena terkadang penantian yang tidak diinginkan merupakan salah satu persiapan terbaik untuk pelayanan.

Ketika Rasul Paulus menjelaskan seperti apa seharusnya seorang gembala itu, dia menulis, ”Sebab sebagai pengatur rumah Allah seorang penilik jemaat harus tidak bercacat, tidak angkuh . . .” (Tit 1:7). Apakah keangkuhan atau kesombongan terasa berbahaya secara rohani, bahkan merusak, bagi Anda? Paulus mengatakan hal yang sama kepada Timotius muda: ”Janganlah ia seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman Iblis” (1 Tim 3:6). Apakah ada yang lebih berbahaya bagi pelayanan — atau bagi jiwa — selain kesombongan yang tidak terkendali? Berapa banyak orang yang diberikan terlalu banyak otoritas; terlalu cepat; dan kemudian jatuh ke tangan-tangan neraka?

Karunia tak ternilai dari penantian yang tidak diinginkan dalam pelayanan adalah kerendahan hati. Pelayanan tanpa kerendahan hati mungkin tampak berkembang untuk sementara waktu, tetapi (seperti yang telah kita saksikan berulang kali) pada akhirnya merugikan orang-orang yang mengaku dilayaninya. Kesombongan perlahan mengikis sebuah pelayanan sampai tiba-tiba runtuh dan menimpa semua yang terlibat. Maka, betapa baiknya Allah yang menyelamatkan gereja, keluarga, dan jiwa, dengan membuat beberapa orang menanti hingga mereka bisa berlutut cukup rendah untuk memimpin dengan baik?

Bersukacita dalam Bayangan

Salah satu cara terbaik yang dapat kita lakukan untuk menghadapi masa penantian penggembalaan adalah dengan belajar menjadi domba teladan. Bagaimanapun, para pendeta yang patut diikuti, selalu merupakan contoh yang patut ditiru.

”Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu,” tulis Rasul Petrus, ”jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu” (1 Pet 5:2–3). Jadi, teladan seperti apakah Anda? Bobby Jamieson menawarkan nasihat ini kepada calon pemimpin seperti saya di sepanjang kalimat berikut:

Perbuatan baik apa yang Anda lakukan yang hanya terlihat oleh sedikit orang atau tidak ada orang sama sekali? Kapan terakhir kali Anda menjadi sukarelawan untuk pekerjaan kasar? Gelar mana yang lebih berarti bagi Anda, “Saudara”, yang memang adanya Anda, atau “Pendeta”, yang Anda harapkan? Apakah menjadi pelayan adalah gambaran yang Anda miliki tentang kehebatan?

Salah satu hal terbaik yang dapat dilakukan seorang calon pendeta adalah melayani di luar sorotan. Memberikan tumpangan kepada jemaat lanjut usia ke gereja. Melayani di ruang anak-anak. Mengajar anak sekolah minggu. Menjadi relawan untuk menyajikan makanan dan membersihkannya setelah resepsi pernikahan anggota gereja yang Anda hampir tidak kenal.

Semua orang ingin menjadi pelayan sampai mereka diperlakukan seperti pelayan. Pendeta bukanlah hanya pelayan. Mereka diperlakukan seperti pelayan. Persiapkanlah diri Anda sekarang, baik untuk tugas pekerjaan maupun penerimaannya dengan melayani orang lain. Persiapan terbaik untuk pencobaan rohani dari sorotan ini adalah dengan melayani dengan penuh sukacita dalam bayangan. (The Path to Being a Pastor, 134)

Bagaimana Anda mengelola bayangan ini? Jika kita dapat melihat betapa baiknya hari-hari ini dalam mempersiapkan kita untuk hari-hari pelayanan yang lebih gelap di depan, maka kita akan menghargai pekerjaan yang tenang dan tersembunyi yang sedang dilakukan Allah di dalam dan melalui kita sambil kita menanti.

Jaga Ruangan Tetap Bersih

Ketika saya bepergian dengan John Piper selama bertahun-tahun sebagai asisten pelayanannya, saya mendengar beliau menceritakan beberapa versi dari satu kisah tertentu berkali-kali. Setiap kali, adegan tersebut memikat hati saya dan membuat saya rendah hati.

Alasan penting saya memilih untuk datang ke Bethlehem College & Seminary adalah untuk berguru dan belajar dari beliau. Kelas khotbahnya adalah semua yang saya harapkan, bahkan lebih. Seperti yang Anda bayangkan, beliau datang setiap hari dengan pemahaman baru dari perenungannya; bersemangat untuk bergumul bersama kami tentang sesuatu yang telah Allah katakan. Beliau memiliki (dan masih memiliki) keinginan yang tak henti-hentinya untuk mengungkap realitas dalam Kitab Suci dan memasukkannya ke dalam hati manusia, terutama hatinya sendiri. Jam-jam itu memang intens dan menyegarkan; serius dan menggairahkan. Saya ingin melihat semua yang bisa beliau lihat dalam firman Tuhan.

Jadi, memiliki beliau sebagai guru, dan mengaguminya sebagai guru, dan ingin menjadi guru seperti beliau, saya menjadi semakin ”siap pakai” ketika beliau menceritakan kisah khusus ini.

Ketika saya di seminari, saya berbicara kepada John McClure, kepala departemen remaja di Lake Avenue Congregational Church, ”Saya siap dan saya akan melakukan apa pun yang Anda ingin saya lakukan.” Dia berkata, “Ya, kami membutuhkan seorang guru sekolah minggu anak laki-laki kelas tujuh tahun ini.” Saya berkata, ”Siap.”

Saya mencurahkan hidup saya pada anak-anak itu. Ada sekitar sembilan dari mereka… Empat jam setiap Sabtu sore saya mengerjakan pelajaran saya. Pada akhir tahun itu, saya berkata, ”Sekarang apa yang Anda ingin saya lakukan, hal yang sama?” Dia berkata, ”Tidak, sekarang kami membutuhkan guru untuk kelas sembilan.” Jadi, saya berkata, ”Ok,” maka saya melompat kelas dan mengajar kelas sembilan.

Pertengahan tahun itu, Kelas Sekolah Minggu Galilea dari pasangan muda yang menikah berkata, ”Kami ingin Anda mengajar kelas kami jika mereka dapat mengajar kaum muda tanpa Anda.” Begitu terus yang terjadi di sepanjang hidup saya. Ayah saya berkata, ”Jaga ruangan tetap bersih di tempatmu berada, Nak. Dia akan membukakan pintu ketika yang berikutnya sudah siap.”

Saya bersedia membayar untuk melihat sembilan anak laki-laki berusia 12 tahun tersebut di bawah air-terjun-kasihnya Piper muda pada Yesus.

Kisah tersebut melekat dan menyadarkan saya karena betapa orang yang dipenuhi karunia seperti beliau hanya dicurahkan bagi beberapa anak minggu-demi-minggu. Berjam-jam berpikir, berdoa, dan mempersiapkan diri untuk sekelompok kecil praremaja (yang mungkin tidak peduli berapa banyak waktu yang beliau habiskan). Saya dapat membayangkan seperti apa pelajaran itu — John, dengan semua yang dia miliki, berusaha keras untuk secara kreatif menangkap perhatian mereka yang mengembara dengan keindahan dan nilai Allah. Apakah saya juga setia dalam pelayanan yang tenang-dan-rahasia yang telah Allah berikan kepada saya?

Namun, kisah itu mengilhami saya karena itu mengingatkan saya bahwa hasil dan tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan sering kali tumbuh dari kesetiaan di tempat-tempat rahasia.

Apakah Anda Setia dalam Perkara Kecil?

Sementara saya menelusuri benang-benang kerendahan hati, kepemimpinan, dan penantian dalam Kitab Suci, saya sadar bahwa, di satu sisi, seluruh hidup kita adalah satu musim pelatihan singkat untuk pelayanan kekekalan. Dengarkan bagaimana Yesus menjelaskan perumpamaan tentang talenta:

Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya…

Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka. Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” (Mat. 25:14–21).

Pada akhir zaman, Dia akan berkata, ”Engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.” Bukannya, “Engkau telah setia dalam perkara kecil, dan aku tidak mempunyai perkara lain untuk kamu lakukan,” melainkan, ”Engkau telah setia dalam perkara kecil, dan aku mempunyai lebih banyak perkara yang harus kamu lakukan selanjutnya.” Bahkan pelayanan terbesar dan paling terkenal sekalipun merupakan perkara yang kecil dan singkat dibandingkan dengan semua yang akan dipercayakan Yesus pada kita suatu hari kelak – jika kita setia dengan talenta yang kita miliki.

Jadi, sambil Anda menunggu pintu terbuka, setialah dengan pekerjaan apa pun, betapa pun sepelenya, yang dipercayakan Allah pada Anda untuk saat ini.

***

Artikel ini diterjemahkan dari desiringgod.org dengan judul "The Spiritual Gift of a Closed Door, How Waiting Serves Ministry."

You may also like...

Tinggalkan Balasan