Hikmat yang Benar

Yakobus 3:13 (TB)
Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan.


Orang Atena pada zaman Yakobus terbiasa menghabiskan waktu mereka dengan tidak melakukan apa pun selain mengatakan atau mendengarkan sesuatu yang baru (Kis. 17:21). Mereka terobsesi dengan pengetahuan yang bisa membuat mereka bijak dan berbudi. Yang penting adalah apa yang ia tahu. Makanya, ketika Paulus berbicara mengenai kebangkitan orang mati, mereka langsung kehilangan minat (Kis. 17:32). Bagi orang Yunani, ajaran mengenai kebangkitan orang mati terdengar sangat bodoh. Karena itu, pemberitaan mengenai Kristus yang disalibkan merupakan suatu kebodohan bagi orang-orang Yunani yang mengagungkan hikmat (1 Kor. 1:22-23).

Bagi orang Kristen, bukan apa yang kita tahu yang menentukan kita layak dianggap sebagai orang “bijak dan berbudi”, namun apa yang kita lakukan. Ada perbedaan yang tajam antara seorang pengajar dan pelaku Firman. Memiliki gelar doktor teologi tidak berarti “bijak dan berbudi”. Memiliki gelar Pdt tidak otomatis “bijak dan berbudi”. Hanya “dengan cara hidup yang baik”, seseorang baru bisa layak dianggap sebagai orang “bijak dan berbudi”.

Kekristenan adalah mengenai isi otak, ubah hati. Dua hal ini akan berjalan secara paralel secara terus menerus. Otaknya diisi dengan Firman yang berasal dari atas, yang lahir dari kelemahlembutan dan yang murni, sehingga hatinya diubahkan. Karena itu, orang yang memiliki hikmat yang datang dari atas tidak mungkin akan tetap “memiliki iri hati yang penuh kepahitan dan ambisi yang egois” dalam hatinya (Yak. 3:14, AYT).

Karena itu, hanya orang Kristen yang bisa menaburkan buah kebenaran karena buah ini ditaburkan “dalam damai oleh para pendamai”. Lantas, siapakah para pendamai ini? Anak-anak Allah (Mat. 5:9). Orang Kristen adalah utusan-utusan Kristus yang memperdamaikan para pendosa dengan Allah (2 Kor. 5:20). 

Hanya orang Kristen yang bisa “bijak dan berbudi”. Karena memiliki gelar teologi? Bukan, melainkan karena ia sudah dianugerahi “hikmat yang datang dari atas”. Tahu dari mana kita memang memiliki hikmat yang datang dari atas? Dari “cara hidup yang baik”.

Seperti apa cara hidup yang baik itu? Yang “suka damai, lemah lembut, terbuka, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak membeda-bedakan, dan tidak munafik” (Yak. 3:17).

You may also like...

Tinggalkan Balasan