Dosa Tidak Melakukan Apa-Apa

5 Maret 2021
Artikel oleh Greg Morse
Staf penulis
, desiringGod.org

Saya sering gagal mengenali, apalagi menahan, godaan untuk mencintai hidup saya di dunia ini. Hal itu memang tidak menunjukkan dosa besar yang saya lakukan, tetapi menunjukkan hal baik yang tidak saya lakukan. Saya telah bersalah melakukan apa yang dinyatakan Charles Spurgeon sebagai ”dosa tidak melakukan apa-apa”.

Dosa, sebagaimana dipahami secara klasik, bukan hanya mengenai melakukan tindakan-yang-buruk (commission), melainkan juga mengenai kegagalan untuk melakukan tindakan-yang-baik  (omission). Saya cenderung lebih peduli pada hal yang pertama ketimbang yang kedua. Dalam budaya yang memiliki kemiripan dengan moralitas teistik, kita cenderung menilai diri kita sendiri dengan apa yang dilakukan dan bukan dengan apa yang tidak dilakukan. Namun, berbagai perang [rohani] tidak bisa dimenangkan dengan hanya bertahan saja. 

Betapa pentingnya arti pertempuran yang kita tinggalkan tersebut. Bukankah itu sebuah hak istimewa bagi kita untuk bisa ikut mengambil bagian? Merupakan sebuah kehormatan bagi kita untuk bisa menonton dari balik tembok benteng; meniup terompet dan mengangkat panji. Namun, ketika kita dipanggil oleh Sang Raja sendiri, dipakaikan baju zirah, diberikan rekan untuk maju berperang bersama, dan ada jiwa-jiwa terhilang yang menanti untuk dimenangkan – bagaimana mungkin kita dapat menolak? Sang penakluk; Sang Raja; Sang Singa-dari-Yehuda, berdiri di tengah-tengah pertempuran. Apakah darah Anda tidak bergejolak untuk segera bergabung dengannya?

Bagi kita yang sudah mapan dan menjadi gemuk, banyak hal yang bisa kita pelajari dari suku Ruben dan suku Gad; dua suku Israel yang menjadi ragu-ragu di perbatasan Tanah Perjanjian. Mereka tergoda melakukan ”dosa tidak melakukan apa-apa”. Mereka tergoda untuk meletakkan senjata sebelum peperangan berakhir dan umat Allah berhasil menduduki Tanah Perjanjian. Walaupun ketidakaktifan di dalam misi-Nya Allah bisa dipandang sebagai sesuatu yang tidak berbahaya, Allah menganggapnya sebagai dosa yang serius. Karena itu, kita juga harus menganggapnya demikian.

Suku-Suku yang Tinggal 

Kedua suku ini, suku Ruben dan Gad, termasuk dalam dua belas suku yang berbaris di belakang Musa menuju Tanah Perjanjian. Sebagai anak-anak, mereka meninggalkan Mesir melalui tiang pintu yang bertanda darah dan laut yang terbelah. Ketika dewasa, mereka ikut berperang melawan Sihon dan Og di padang gurun. Generasi mereka, tidak seperti ayah mereka, terbukti setia menjalankan misi Allah untuk bergerak maju ke Tanah Perjanjian.

Namun sekarang, ketika mereka telah tiba di negeri yang baik dan yang sesuai dengan kebutuhannya, mereka tergoda untuk tidak lagi melanjutkan misinya mereka. Mereka tidak menginginkan kota di atas bukit; negeri yang berlimpah susu dan madu. Mereka menginginkan negeri yang cocok untuk peternakan. Jadi, mereka meminta kepada Musa untuk dibebaskan dari tugas-tugasnya mereka:

Negeri yang telah dikalahkan  oleh TUHAN untuk umat Israel, itulah suatu negeri yang baik untuk peternakan  dan hamba-hambamu ini memang ada ternaknya.” Lagi kata mereka: ”Jika kami mendapat kasihmu, biarlah negeri ini diberikan kepada hamba-hambamu ini sebagai milik; janganlah kami harus pindah ke seberang sungai Yordan” (Bil. 32:4-5).

Sebuah permintaan yang sederhana; permintaan yang cukup sopan. Namun, Allah dan Musa tidak menganggapnya seperti itu. Umat Allah pada zaman ini, yang sudah tinggal mapan di tanah yang nyaman seperti Amerika Serikat, perlu mendengar jawaban mereka.

Dosa Tidak Melakukan Apa-Apa

Jawab Musa kepada suku Gad dan Ruben itu: 

Masakan saudara-saudaramu pergi berperang dan kamu tinggal di sini? Mengapa kamu hendak membuat enggan hati orang Israel untuk menyeberang ke negeri yang diberikan TUHAN kepada mereka?  Demikian juga dilakukan bapa-bapamu, ketika aku menyuruh mereka dari Kadesh-Barnea untuk melihat-lihat negeri  itu…. Dan sekarang kamu bangkit ganti bapa-bapamu, suatu kawanan orang-orang berdosa, untuk menambah lagi murka TUHAN yang menyala-nyala kepada orang Israel  itu. Jika kamu berbalik membelakangi Dia, maka kamu akan lebih lama lagi dibiarkan-Nya tinggal di padang gurun dan kamu akan membawa kemusnahan atas seluruh bangsa ini. (Bil. 32:6-8; 14-15).

Perhatikan, ada tiga tuduhan yang diberikan kepada mereka.

Engkau Mengabaikan Misimu

Sementara 10 suku yang lain pergi berperang, Gad dan Ruben digambarkan hanya ”tinggal di sini”. Masakan saudara-saudaramu pergi berperang dan kamu tinggal di sini?  Para pejuang ini tidak bermaksud hanya ”tinggal di sini”. Sebaliknya, mereka akan sibuk mengurus ternak, membangun rumah, membentengi kotanya, dan membangun tanah mereka untuk dijadikan tempat tinggal yang nyaman.

Mereka bukan tipe pemalas atau penakut yang hanya berniat duduk-duduk dan menonton saudara-saudara mereka maju ke medan pertempuran. Namun, ketika mereka mengundurkan diri dari amanat besar pada saat itu untuk kemudian menggembalakan domba-dombanya mereka, persis seperti itulah anggapan Musa tentang mereka. Musa menganggap mereka membuang-buang waktu karena telah menyalahgunakan waktunya mereka.

Tidak peduli betapa sibuknya mereka dengan berbagai hal lain (hal-hal yang terhormat), di dalam Kitab Suci-Nya Allah, mereka hanya akan dilukiskan sebagai orang-orang yang sedang berjongkok bersama dan tidak melakukan apa pun yang penting selama mereka masih menarik diri. 

Engkau Membahayakan Sesama Prajurit

Gambaran seperti itu akan membuat suku-suku lain berkecil hati untuk melakukan apa yang Tuhan perintahkan kepada mereka. Musa berkata, ”Mengapa kamu hendak membuat enggan hati orang Israel untuk menyeberang ke negeri yang diberikan TUHAN kepada mereka?” (Bil. 32:7).

Tidak ikut berpartisipasi bukan berarti netral. Seperti yang dipahami oleh para atlet, tentara, atau anggota keluarga, sikap tidak pedulinya seseorang akan mempengaruhi seluruh anggota. Bukan hanya Ruben dan Gad sendiri yang terancam berdosa, tetapi mereka juga akan membuat yang lain sulit untuk taat juga.  Suku yang lain tidak akan menggunakan kekuatan penuhnya untuk melawan bangsa lain yang lebih besar dan sudah mapan di negeri itu.

Engkau Berdosa Melawan Tuhan

Mereka memiliki kemiripan dengan nenek moyang mereka yang tidak setia. Musa dengan cepat menunjukkannya kepada mereka, ”Demikian juga dilakukan bapa-bapamu, ketika aku menyuruh mereka dari Kadesh-Barnea untuk melihat-lihat negeri  itu” (Bil. 32:8). Bapa leluhur mereka pergi untuk mematai-matai negeri itu. Semua orang, kecuali Kaleb dan Yosua, kembali dengan laporan yang membuat orang-orang enggan pergi berperang dan mengambil tanah yang telah dijanjikan pada Abraham. Bapa leluhur mereka pergi ke perbatasan Kanaan dan berputar balik ketika Allah menyuruh mereka untuk maju. Bapa leluhur mereka terlalu takut. Sekarang, mereka terlalu nyaman.

Musa menanggapinya tanpa basa-basi. Musa menyebut mereka sebagai ular beludak, ”suatu kawanan orang-orang berdosa”, yang akan membawa orang Israel mengembara di padang gurun yang lain, yang akan menyebabkan kematian jika mereka melakukan kejahatan di mata Tuhan (Bil. 32:15).  Setiap orang harus melanjutkan misinya mereka sampai semua suku memperoleh milik pusakanya. Mereka harus bertobat dari dosa tidak-melakukan-apa-apa dan maju berperang bersama umat Allah. 

Bagaimana Orang Yang Tidak Melakukan Apa-Apa Bertobat

Suku Ruben dan Gad memang bertobat dari dosa tidak-melakukan-apa-apa.

…Kami hendak mendirikan kandang-kandang  kambing domba di sini untuk ternak  kami dan kota-kota untuk anak-anak kami, tetapi kami sendiri akan mempersenjatai diri dan dengan bersegera kami akan berjalan di depan orang Israel, sampai kami membawa mereka ke tempatnya…. Kami tidak akan pulang ke rumah kami, sampai setiap orang Israel memperoleh milik pusakanya (Bil. 32:16-18).

Mereka akan membangun-dan-menetap, tetapi mereka akan berperang dahulu.

Tuhan memerintahkan supaya setiap orang mengangkat senjatanya dan menyeberangi sungai Yordan ”di hadapan Tuhan” sampai negeri itu takluk di hadapan Tuhan (Bil. 32:20-24). Jika mereka gagal melakukan apa yang sudah mereka janjikan, mereka akan mendengar suara Musa yang akan menghantui perjalanan pulangnya mereka. ”Tetapi jika kamu tidak berbuat demikian, sesungguhnya kamu berdosa kepada TUHAN, dan kamu akan mengalami, bahwa dosamu itu akan menimpa  kamu” (Bil. 32:23).

Masakan Kita Tinggal Di Sini?

Allah mungkin masih bertanya kepada banyak dari kita, orang-orang Gad dan Ruben modern, satu-satunya pertanyaan yang menusuk rasa kemanusiaan kita: ”Masakan saudara-saudaramu pergi berperang dan kamu tinggal di sini?”

Terlalu banyak orang (termasuk saya sendiri) telah menemukan kenyamanan di dunia Barat. Kami menikmati kebebasan beragama dan senantiasa berdoa ”datanglah kerajaan-Mu” dari waktu ke waktu. Kami memiliki istri, dua anak, dan kehidupan yang menyenangkan – tidak diragukan lagi, sibuk dengan hal-hal yang baik. Kami tidak merepotkan dunia dan Iblis. Begitu juga sebaliknya. Biarkan Iblis menawarkan negeri bagi ternak kami untuk berkeliaran; makanan yang hangat; dan tempat tidur yang nyaman. Kami akan duduk tenang dan tidak menyeberangi sungai.

Namun, Rajanya kita memberi kita sebuah misi.

Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman (Mat. 28:18-20).

Misi ini belum selesai. Amanat tersebut belum kita penuhi. Belum semua orang-pilihan menerima milik pusakanya. Kemenangan kita belum total – kita masih berada di sisi yang salah dari sungai Yordan. ”Maju laskar Kristen, berbaris untuk berperang” adalah lirik lagu yang diwariskan kepada kita dari tangan-tangan yang kapalan. Namun, diam-diamnya banyak orang di gereja membuat kita mengira bahwa kita sedang disuruh untuk ”duduklah tentara Kristen, sampai kursinya lelah”. 

Mematikan dosa-tidak-melakukan-apa-apa berarti menolak terlibat dengan berbagai tujuan duniawi supaya kita tidak teralihkan dari tujuan melayani Sang Raja dan negara surgawi kita; supaya kita tidak teralihkan dari misinya kita, terlepas dari adanya hal berharga lain yang perlu dikejar yang berada di hadapan kita. Juga, supaya kita mengingat bahwa pernikahan-dan-keluarga memang adalah bagian dari misi, tetapi bukanlah misi itu sendiri. Kita tidak bisa beristirahat sampai Kristus mendapatkan jiwa-jiwa yang membuat Dia sampai rela mati. Kekudusan menunggu di garis depan. Panggilan kita; hak istimewa kita; sukacita kita terus berlanjut.

***

Artikel ini diterjemahkan dari desiringgod.org dengan judul 'The Sin of Doing Nothing.'

You may also like...

Tinggalkan Balasan