Mengapa Kita Memprioritaskan Berbagai Kebutuhan Rohani
7 Januari 2024
Artikel oleh Scott Hubbard.
Editor, desiringGod.org
Bayangkan malaikat Gabriel telah mencatat doa-doanya Anda selama setahun terakhir. Setiap permintaan untuk diri sendiri atau orang lain telah masuk ke dalam catatan buku besar surgawinya. Apa yang mungkin terungkap dari catatan yang seperti itu?
Berapa banyak permintaan yang termasuk dalam kategori yang terkait dengan kesehatan fisik? Berapa panjang daftar permintaan yang terkait dengan hubungannya Anda? Berapa banyak centang yang Anda temukan di samping kolom yang terkait dengan “Kerja”; “Sekolah”; atau “Gereja”? Berapa banyak doa yang samar-samar untuk memohon “berkat” yang mungkin Anda temukan?
Akhir-akhir ini, saya bertanya pada diri saya sendiri mengenai berbagai pertanyaan seperti itu. [Hal ini muncul] sebagian besar karena pengamatan yang mendalam terhadap buku Prayer karyanya Tim Keller. Keller berkata kalau Anda mempelajari doa-doanya Rasul Paulus yang dicatat dalam surat-suratnya, maka Anda mungkin melihat sesuatu yang mengejutkan: di antara banyak permintaan yang dibuat Paulus mewakili gereja-gereja, dia tidak pernah sekali pun meminta Allah untuk menyembuhkan kesehatan tubuh mereka; mengisi rahim mereka; memakmurkan mereka; atau menghilangkan penganiayaan mereka. Faktanya, Keller menulis, “Doanya Paulus untuk teman-temannya tidak mengandung permohonan untuk mengubah situasi dan kondisi mereka” (20).
Saya takut ketika saya menempatkan catatan doanya saya di samping catatannya Paulus, maka beberapa doa pertamanya saya akan muncul di bagian terakhirnya [Paulus]; dan doa terakhirnya saya akan muncul di urutan pertamanya [Paulus].
Doa Dengan Sepenuh Hati
Nah, kita harus berhati-hati untuk tidak terlalu keras dalam menyatakan hal ini. Meskipun doa-doanya Paulus bagi orang lain tidak memuat seruan untuk melakukan perubahan secara mendasar, si rasul jelas mempunyai doa-doa untuk kategori yang semacam itu.
Ia mengajak jemaat Filipi untuk “nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah” tanpa membatasi permintaan mereka hanya pada jenis tertentu (Fil. 4:6). Dia menyerukan Timotius untuk berdoa bagi “… raja-raja dan semua pembesar” (1 Tim. 2:1–2). Ketika meminta didoakan, Paulus terkadang menyebutkan mengenai keselamatan pribadi dan keberhasilan dalam perjalanan (Roma 15:31–32; 2 Tesalonika 3:1–2). Ia juga tiga kali memohon supaya Allah mengambil duri dalam dagingnya (2 Kor. 12:8).
Namun, permintaan seperti itu menjadi latar belakang, bukan latar depan dari catatan doanya Paulus. Itu adalah huruf q dan z dalam alfabet doanya. Sesuatu yang ada, tetapi tidak sering. Sebaliknya, Paulus menunjukkan fokus tanpa henti pada kehidupan batin, jiwanya orang Kristen; alam hati yang tersembunyi — atau (menggunakan ungkapan dari Efe. 3:16) “di dalam batinmu”.
Jadi, misalnya, Paulus berdoa supaya jemaat di Roma “berlimpah-limpah dalam pengharapan” dan mengetahui kehadiran “Allah, sumber damai sejahtera” (Rom. 15:13, 33). Dia ingin supaya jemaat Efesus memiliki “Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar”; supaya “oleh imanmu [mereka] Kristus diam di dalam hatimu [mereka] (Efe. 1:17; 3:17). Paulus rindu supaya jemaat di Filipi berlimpah dalam kasih yang berhikmat (Fil. 1:9); dan supaya jemaat di Kolose mengucap syukur seperti orang-orang kudus yang berada di surga (Kolose 3:12). Dia meminta agar jemaat Tesalonika terus menerus hidup kudus (1 Tes. 5:23).
Bahkan ketika Paulus berdoa untuk hal-hal yang lahiriah (seperti ketaatan masyarakat atau kesatuan yang nyata), semuanya ini selalu mengalir dari suatu tempat yang lebih mendalam, yaitu dari suatu tempat yang berada di dalam hati yang terdalam. Doanya Paulus memang menyentuh hati.
Mengapa Dia Mendoakan Apa yang Dia Doakan
Allah memberi doa-doanya Paulus pada kita supaya kita bisa mengamalkannya sehingga berbagai permohonan kita dapat bertumbuh dalam keseimbangan dan substansi yang alkitabiah. Seperti dalam Kitab Mazmur, doanya Paulus melatih lidah kita untuk berbahasa surga. [Doanya Paulus] memberi kata-kata di hadapan takhta kasih karunia pada kita.
Pada saat yang bersamaan, bertumbuh dalam doanya Paulus berarti lebih dari sekadar mengulangi permohonannya. Sebagaimana dicatat oleh D.A. Carson, doa-doanya Paulus muncul dari “visi alkitabiah” yang kuat, yaitu sebuah visi yang “mencakup mengenai siapakah Allah itu; apa yang telah dilakukan-Nya; siapa kita; ke mana kita akan pergi; dan apa yang harus kita hargai dan rayakan” ( Berdoa bersama Paulus , 43). Jika kita mengabstraksikan doa-doanya Paulus dari visi alkitabiah yang mengilhami mereka, maka doa-doa tersebut mungkin terasa tidak wajar (seperti bahasa kedua yang tidak dapat kita pelajari dengan baik). Namun, begitu kita menangkap visinya tersebut, kita mendapati diri kita perlahan-lahan menjadi fasih dalam doanya Paulus yang sepenuh hati tersebut.
Lalu, apa visinya Paulus? Di antara beberapa wilayah yang dapat kita jelajahi, pertimbangkan bagaimana doanya Paulus dibentuk oleh anugerah-masa-lalu dan kemuliaan-masa-depan.
Doa Menambah Iman dan Kasih
Bagian pertama dari visinya Paulus berasal dari masa lalu. “Dia mengingat anugerah yang telah kita terima pada masa lalu dan memikirkan arah hidup kita,” tulis Carson (42). Dengan kata lain, Paulus melihat “pekerjaan yang baik” yang telah dimulai Allah dalam kehidupan umat-Nya. Melalui doanya, ia bertujuan untuk bermitra dengan Allah untuk “meneruskannya sampai pada akhirnya”/ menyelesaikannya (Fil. 1:6). Dia melihat benih dari kasih-karunia dan mendoakannya supaya bertumbuh menjadi bunga.
Pekerjaan baik apa yang telah dimulai oleh Allah? Kasih karunia apa yang ingin ditanamkan-Nya? Berkali-kali Paulus mengucap syukur kepada Allah atas dua tanda dari anugerah di antara orang-orang yang diselamatkan: iman dan kasih. “Karena itu, setelah aku mendengar tentang imanmu dalam Tuhan Yesus dan tentang kasihmu terhadap semua orang kudus, akupun tidak berhenti mengucap syukur karena kamu…” (Efe. 1:15–16). Bagi Paulus, iman kepada Yesus dan kasih terhadap umat Allah lebih berharga ketimbang seluruh perak dan emas di dunia ini. Tubuh kita mungkin hancur; impian kita mungkin gagal; hubungan kita mungkin berantakan — namun jika kita memiliki iman dan kasih, maka Allah telah melimpahkan kasih karunia pada kita (Efe. 1:7-8).
Doa-doanya Paulus mengalir seperti sungai dari sumber kasih karunia masa lalu; yang mengalir bersama dengan iman-dan-kasih. Jika Allah telah memulai pekerjaan-baik iman, maka Paulus akan berdoa (dengan berbagai cara yang kreatif) agar iman tersebut bertumbuh sehingga Allah mengaruniai “Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar” (Efe. 1:17). Jika Allah telah memulai pekerjaan-baik kasih, maka Paulus akan meminta (sekali lagi dengan kreativitas yang luar biasa) agar kasih tersebut “makin melimpah” (Fil. 1:9).
Doa-doanya Paulus mengingatkan kita akan sebuah kebenaran yang mudah terlupakan. Pada zaman ini, karakter batin kita jauh lebih penting daripada keadaan lahiriah kita. Seperti yang ditulis Paulus pada bagian lain:
Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. (2 Kor. 4:16)
Suatu hari nanti, Allah akan membangkitkan dan memuliakan “bagian luar tubuh” kita dan membuang setiap bagian yang buruk. Namun sementara itu, pekerjaan baik-Nya sebagian besar terjadi di “bagian dalamnya tubuh” [batinnya kita]. Allah bertujuan untuk memperbesar iman kita; kasih kita; dan setiap anugerah lainnya sampai kita melihat semuanya itu secara langsung. Jadi, meskipun Paulus terkadang berdoa untuk kesejahteraan lahiriah, dia memusatkan perhatiannya pada pembaharuan batin.
Ketika Permintaan yang Duniawi Berakhir
Jika doa-doanya Paulus memperhatikan masa lalu, maka doa-doa tersebut juga memperhatikan masa depan – dan bukan hanya mengenai masa depan yang samar-samar, melainkan suatu momen yang khusus pada masa depan. Berulang kali Paulus kembali ke masa depan, ketika pekerjaan baik Allah pada akhirnya akan berakhir, yaitu pada “hari Yesus Kristus” (Fil. 1:6).
Lima kali dalam catatan doanya Paulus, dia secara eksplisit menyebutkan hari kedatangan Kristus kembali (Fil. 1:10; 1 Tes. 3:13; 5:23; 2 Tes. 1:9–12; 2 Tim. 1:18). Tampaknya, dia berdoa dalam bayang-bayang kedatangan Yesus yang kedua kali; dengan Kristus yang telah datang kembali tersebut berdiri di depan pintu ruang doanya. Kuasa dari janji masa depan itu mengatur apa yang dimintanya dari Allah.
Ketika Yesus muncul, maka kabut akan terangkat; asap akan hilang; dan prioritas sebenarnya dari zaman ini akan terlihat dengan sangat jelas. Situasi-kondisi kita dalam hidup ini (yang tidaklah berarti itu) akan tunduk pada hal-hal yang jauh lebih berat. Ketika sedang sehat atau sakit, apakah kita memuliakan Allah dengan tubuh kita? Dengan tangan yang kosong atau penuh, apakah kita melimpahkan ucapan syukur kepada-Nya? Ketika sedang merasa damai atau berada di dalam konflik, apakah kita memperlihatkan kesabaran-Nya Kristus? Dalam keberhasilan atau kegagalan, apakah kita “penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk memuliakan dan memuji Allah” (Fil. 1:11)?
Bagaimana kita akan berdoa (baik untuk diri kita sendiri dan teman-teman kita) di bawah langit yang siap lenyap; di hadapan kemuliaan-Nya Kristus? Kita mungkin bisa lebih sering berdoa, dan dengan semangat yang lebih besar, supaya Allah meneguhkan hati kita “supaya tak bercacat dan kudus, di hadapan Allah dan Bapa kita pada waktu kedatangan Yesus, Tuhan kita, dengan semua orang kudus-Nya” (1 Tes. 3:13). Kita mungkin menjadi lebih sedikit berdoa supaya situasi-kondisi kita berubah; dan menjadi lebih banyak berdoa untuk hati yang mengasihi Kristus dalam segala keadaan.
Hati Kita Adalah Rumah-Nya
Ketika kita berlutut bersama Paulus antara masa lalu dan masa depan; kasih karunia dan kemuliaan; salib Kristus dan kedatangan Kristus yang kedua kali, maka kita mendapati diri kita akan mengucapkan kata-kata yang baru; memanjatkan berbagai doa yang segar. Di bagian bawahnya doa kita, kita memohon iman dan kasih; kekuatan batin dan kesucian hati. Atau, Paulus menulis dalam Surat Efesus, kita memohon agar Kristus menjadikan hati kita sebagai rumah-Nya.
… supaya Ia, menurut kekayaan kemuliaan-Nya, menguatkan dan meneguhkan kamu oleh Roh-Nya di dalam batinmu (Efe. 3:16–17).
Paulus meminta agar Kristus mengambil tempat tinggal-Nya di dalam; mengisi setiap lorong dan ruangan dengan kecemerlangan-Nya. Ia meminta agar kita memiliki apa yang disebut Keller sebagai “perasaan yang kuat akan realitas-Nya Allah ” — perasaan yang melampaui situasi kita pada saat ini dan bahkan bertahan hingga dalam kubur.
“Tanpa kesadaran yang kuat akan realitas-Nya Allah,” tulis Keller, “situasi-kondisi yang baik dapat menyebabkan rasa percaya diri yang berlebihan dan ketidakpedulian rohani. Hati kita akan menyimpulkan: ‘Siapa yang butuh Allah ketika segala sesuatunya tampak sudah beres?’” (Prayer, 21). Namun ketika Kristus berdiam di dalam hati kita, maka kita pun dapat berdiam di dalam segala situasi-kondisi: baik “dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan,”; “dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan” (Fil. 4:12).
Karena itu, berdoalah untuk kesembuhan, namun berdoalah juga (dan sebagian besar) untuk kekudusan. Berdoalah untuk adanya hubungan yang damai, namun berdoalah juga (dan pertama-tama) untuk kesabaran dalam menjalani suatu hubungan. Berdoalah agar impian yang masih jauh dan harapan yang masih tertunda tersebut, namun berdoalah juga (dan terutama) agar Yesus berjalan bersama Anda bahkan di tengah reruntuhan kehidupan yang [tidak] Anda harapkan. Lalu, [berdoalah juga mengenai] apakah situasi-kondisi tampak luarnya membaik atau mati, [namun] segala sesuatunya yang berada di dalamnya akan tetap baik-baik saja. Karena Kristus akan tetap tinggal di dalam sana.
***
Artikel ini diterjemahkan dari desiringgod.org dengan judul "Heart-Deep Prayers Why We Prioritize Spiritual Needs."