Yak. 1:1
Salam dari Yakobus, budak Allah dan Tuhan Yesus Kristus, …
Para pakar meyakini kalau Yakobus yang menulis surat penggembalaan ini adalah Yakobus saudaranya Tuhan Yesus (Mrk. 6:3; Gal. 1:19); bukan Rasul Yakobus saudaranya Rasul Yohanes. Setelah melahirkan Yesus, Maria melahirkan setidaknya enam orang anak lagi, termasuk Yakobus.
Tinggal serumah dan dibesarkan bersama Allah-yang-menjadi-manusia tentulah bukan hal yang mudah bagi Yakobus. Yesus kemungkinan besar dianakemaskan oleh Yusuf dan Maria karena Ia bertumbuh semakin besar dan semakin bijaksana. Ia juga semakin disukai Allah dan manusia (Luk. 2:52). Nah, kira-kira kalau kita tinggal serumah dengan saudara seperti Yesus sebagai perbandingan, seburuk-dan-senakal apa kita jadinya di mata orangtua kita?
Tidak heran jika para saudara seibunya Tuhan Yesus antipati terhadap-Nya. Mereka bahkan menganggap-Nya sudah sinting (Mrk. 3:20-21). Mereka tidak percaya pada-Nya (Yoh. 7:3-5). Itu berarti termasuk Yakobus juga.
Yakobus sepertinya baru beriman-percaya setelah Tuhan Yesus menampakkan diri padanya setelah Ia bangkit dari antara orang mati (1 Kor. 15:3-9). Setelah Tuhan Yesus bangkit, para saudara seibunya ini baru mulai beribadah bersama-sama dengan para murid lainnya (Kis.1:14).
Bagi gereja mula-mula, bersama-sama dengan Rasul Petrus dan Yohanes, Yakobus dipandang sebagai salah satu pilar/sokoguru Gereja (Gal. 2:9). Yakobus sepertinya yang menggembalakan gereja di Yerusalem. Sebelum mati martir, ia diperkirakan menjadi gembala sekitar tiga puluh tahun (Gal. 1:18-19; Kis.pasal 15; Kis. 21:17-18).
Cara Yakobus memperkenalkan diri di surat penggembalaannya ini sungguh menggambarkan kerendahan hatinya. Tidakkah lebih keren jika ia menyebut dirinya sebagai “Yakobus, saudaranya Tuhan Yesus, Sang Pilar Gereja” alih-alih “Yakobus, budak Allah dan Tuhan Yesus Kristus”? Namun, status sebagai “budak Allah dan Tuhan Yesus Kristus” inilah yang ingin diutamakannya.
Kata Yunani “doulos” di bagian ini kurang tepat diterjemahkan sebagai “hamba” (TB) dan “pelayan” (AYT). Hamba bukan budak. Pelayan bukan budak. Budak jauh lebih rendah derajatnya dibandingkan hamba dan pelayan. Namun, itulah identitas yang dipilih Yakobus untuk memperkenalkan-dan-menggambarkan dirinya.
Maka sangatlah tidak alkitabiah kalau ada pendeta yang gemar menyertakan gelar teologinya, atau status jabatannya sebagai Pdt./Pdm., pada setiap kesempatan. Ia seolah-olah takut jemaat tidak tahu betapa “saleh” dan “pintar”nya ia. Malahan, saya berpendapat kalau seorang gembala tidak perlu disapa dengan “Pak Pendeta”, tetapi cukuplah hanya dengan “Pak ABC”, sama seperti ketika kita menyapa saudara seiman lainnya.
Karena setiap orang Kristen adalah imamat yang rajani (1 Pet. 2:9), imamat yang kudus (1 Pet. 2:5), tidak boleh ada kesan seolah-olah ada dua golongan orang Kristen di dalam Gereja, yaitu orang awam (layman) dan korps pendeta (clergy). Menghilangkan panggilan “Pak Pendeta” akan menghilangkan kesan itu.
Jika Yakobus, Sang Pilar Gereja, saudaranya Tuhan Yesus, saja memilih gelar “budak Allah dan Tuhan Yesus Kristus” untuk memperkenalkan dirinya, tidakkah kita harus lebih tahu diri?