13 Agustus 2021 Artikel oleh Greg Morse Staf Penulis , desiringGod.org
Peter Kreeft memberikan komentar-yang-perseptif terhadap Pensees yang ditulis oleh Pascal: ”Kita dapat dengan mudah membayangkan; memikirkan; merenungkan; tertarik pada gagasan untuk menyerahkan seluruh diri-dan-hidup kita pada Tuhan tanpa benar-benar melakukannya dan kemudian berpikir bahwa kita sudah melakukannya karena kita sudah membayangkannya” (Christianity for Modern Pagans, 234).
Bagian pertama — bahwa kita tertarik pada gagasan untuk mengikuti Yesus sepenuhnya, namun tanpa pernah melakukannya — bukanlah hal baru. Banyak orang memulai perjalanan yang tidak pernah mereka selesaikan; hanya bertumbuh sebentar, terhimpit oleh perkara duniawi dan akhirnya mereka keluar dari kita karena mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita (1 Yoh. 2:19). Banyak orang yang memberikan banyak waktunya, tetapi gagal memberikan seluruh diri mereka untuk Kristus.
Namun, Kreeft mengamati sesuatu yang lebih mendalam; sesuatu yang menakutkan bagi orang yang memikirkannya. Beberapa orang yang menolak menyerahkan seluruh diri mereka kepada Kristus, mati tanpa mereka sadari. Mereka berpikir bahwa mereka telah hidup sebagai murid-yang-sepenuh-hati karena telah membayangkannya.
Dengan kata lain, mereka hidup dalam mimpi religius; tidak dapat melihat kondisi mereka yang sebenarnya. Mereka membayangkan dirinya sedang memikul salib; meninggalkan dosa; tinggal di dalam Kristus; mempercayai janji-janji-Nya; mengasihi Allah; dipenuhi dengan Roh-Nya; dan dibungkus dalam perjanjian kasih Allah yang kekal— tetapi semuanya itu hanya berada di dalam pikiran mereka. Mereka membangun dan membangun, tetapi di atas pasir. Mereka mendengar perkataan Yesus, tetapi tidak pernah menaatinya (Mat. 7:24-27).
Mimpi Yang Dibangun di Atas Pasir
Kita semua tahu mengenai fantasi rohani hingga tingkat tertentu. Seberapa sering kita salah mengira bahwa dengan hanya memikirkan tentang doa berarti sudah berdoa; hanya menyesali dosa berarti sudah bertobat; hanya mengucapkan hal yang baik kepada tetangga berarti sudah mengasihi; hanya mendengar kata-kata tentang melakukan sesuatu, hanya membayangkan menaatinya?
D.A Carson secara berkesan menangkap fantasi ini ketika dia menulis:
Kita terhanyut dalam kompromi dan kemudian menganggapnya sebagai toleransi. Kita terhanyut dalam ketidaktaatan dan kemudian menganggapnya sebagai kebebasan. Kita terhanyut dalam takhayul dan kemudian menganggapnya sebagai iman. Kita menyukai ketidakdisplinan dalam penguasaan diri dan kemudian menganggapnya sebagai pelonggaran. Kita cenderung menjalani hidup-tanpa-doa dan kemudian menipu diri kita sendiri dengan memandangnya sebagai terbebas dari legalisme. Kita tergelincir dalam kehidupan-tanpa-Allah dan kemudian meyakinkan diri kita sendiri bahwa kita sudah dibebaskan (For the Love of God, volume 2, 23).
Situasi rohani yang tidak nyata ini bukanlah situasi yang aman. Apakah Anda sedang bermimpi? Orang-orang Farisi, para murid, jemaat-mula-mula, dan banyak orang yang menunggu hari penghakiman telah tertipu. Apakah kita juga?
Musuh yang Menawan
Banyak musuh-Nya Kristus, yaitu para ahli Taurat dan orang Farisi, yang menderita delusi rohani. Mereka jahat, tetapi tidak menyadarinya. Mereka meyakinkan diri sendiri kalau mereka mengenal Allah. Mereka berpuasa. Mereka berdoa. Mereka memberi persepuluhan bahkan hingga pada rempah-rempahnya mereka. Mereka mengajar dan menjelaskan. Mereka bahkan menyeberangi lautan untuk memuridkan.
Namun, pada kenyataannya, mereka menutup pintu Kerajaan Surga secara langsung di depan mata orang-orang. Mereka mengabaikan masalah hukum yang lebih berat. Mereka menunjukkan penampilan luar yang bersih, tetapi tetap kotor di dalamnya. Mereka menghasilkan murid-murid neraka. Ironisnya, mereka membunuh Tuhan yang mulia dengan membenci-Nya tanpa sebab.
Dalam delusinya, mereka menganiaya Gereja; membunuh umat Allah sebagai bentuk bakti kepada Allah berdasarkan anggapan mereka. Yesus memperingatkan murid-murid-Nya akan orang seperti itu: ”Mereka akan mengusirmu dari sinagoge. Bahkan, waktunya akan tiba bahwa setiap orang yang membunuhmu akan berpikir bahwa mereka sedang berbakti kepada Allah” (Yoh. 16:2, AYT). Mereka berpikir kalau mereka sedang berbakti kepada Allah Perjanjian Lama, bahkan ketika mereka sedang membantai Kristus dan domba-domba-Nya.
Banyak orang yang mengklaim kalau dirinya mengenal Allah Abraham dengan sepenuh hati, dan menjadi pemimpin umat-Nya, telah hidup dalam mimpi yang sesat seperti ini. Apakah kita juga?
Delusi Para Murid
Para murid, walaupun mereka sudah diselamatkan, masih mengalami mimpi religius. Sampai hari ketika Yesus ditangkap, di sepanjang perjalanan, para murid malah berdebat tentang siapa yang terbesar di antara mereka; membayangkan hal-hal yang besar tentang diri mereka sendiri. Pada hari Jumat Agung yang menentukan itu, setiap orang, mereka masing-masing menganggap kalau mereka telah siap mati bagi Kristus walaupun Tuan mereka secara jelas menyatakan yang sebaliknya:
Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu karena Aku. Sebab ada tertulis: Aku akan membunuh gembala dan kawanan domba itu akan tercerai-berai…. Petrus menjawab-Nya: ’Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.’ Yesus berkata kepadanya: ’Aku berkata kepadamu, sesungguhnya malam ini, sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.’ Kata Petrus kepada-Nya: ’Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau.’ Semua murid yang lain pun berkata demikian juga. (Mat. 26:31-35).
Petrus berbicara mewakili delusi yang mereka alami bersama-sama. Pada bagian ini, akhirnya, mereka merasa seolah-olah telah menemukan kekurangan dalam pengajaran Tuhan. Walaupun Yesus mengatakan hal demikian, mereka tetap tidak akan tergoncang imannya meskipun sampai harus mati. Mereka menyombongkan diri dalam kedewasaan yang hanya terdapat dalam khayalan mereka. Jika Yesus tidak menjaga mereka, setiap orang akan betul-betul terguncang imannya seperti Yudas Iskariot. Bagi orang-orang yang sudah berjalan bersama-sama Kristus selama 3 tahun, mereka hanya bisa membayangkan mengenai kesetiaan-sampai-mati yang tidak menjadi kenyataan. Apakah kita juga demikian?
Kesimpulan Palsu dari Jemaat Mula-mula
Imaginasi religius tidak hanya menguasai beberapa individu yang suka berkhayal, tetapi bisa menjalar pada seluruh jemaat. Beberapa jemaat-mula-mula juga mengalami mimpi religius.
Jemaat di Laodikia berpikir diri mereka hebat. Memang, mereka memiliki banyak alasan untuk membicarakan kemandirian mereka. Yesus mengutip perkataan mereka, ”Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang” (Why. 3:17). Mereka tidak mengetahui kondisi mereka yang sebenarnya. Dalam kebutaan dan kemiskinan rohaninya, mereka menyombongkan kekayaan mereka.
Jemaat yang berkumpul di Sardis tidak hanya menipu diri mereka sendiri, tetapi juga semua orang yang ada di sekitar mereka. Jemaat di Sardis (sebuah kota yang terkenal dengan pemakaman para raja yang sudah meninggal) dianggap sebagai ”hidup”. Namun, Yesus mematahkan anggapan tersebut dengan berkata, ”padahal engkau mati” (Why. 3:1). Orang lain melihat ada kehidupan di dalam jemaat, tetapi Yesus tidak. Orang lain melihat jemaat bertumbuh sehat, tetapi Yesus hanya melihat tulang belulang. Mereka melihat pekerjaannya sempurna; lengan mereka kuat; kaki mereka berada di gerbang surga. Namun, Yesus melihat pekerjaan mereka tidak sempurna; jemaat berada dalam kondisi yang kritis; bercahaya redup, tetapi belum padam. Hanya ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya (Why. 3:4).
Reputasi mereka berlawanan dengan realitas. Reputasi mereka tidak akan menyelamatkan mereka. Jika delusi semacam itu bisa menjangkiti seluruh jemaat yang kelihatannya sehat, tidakkah delusi itu bisa menjangkiti jemaat kita juga?
Mimpi “Banyak Orang”
Banyak orang yang sedang bermimpi kalau ia mengikuti Yesus juga kelak akan dibangunkan pada saat penghakiman.
Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Mat. 7:22-23).
Bayangkanlah hal itu. Kristus datang dalam kemuliaan-Nya bersama-sama dengan pasukan malaikat. Mereka menangis dan bersukacita. Mereka menyaksikan secara nyata orang-orang jahat dijatuhi hukuman di hadapan mereka. Betapa beruntungnya, mereka pikir, saya tidak ditakdirkan seperti mereka. Mereka bukan orang kafir. Mereka yang melahirkan berbagai ajaran etika Kristen. Mereka memiliki pikiran yang positif tentang Kristus. Mereka pergi ke gereja; bernyanyi dengan ketulusan yang sudah disesatkan; bahkan mengadakan mukjizat dan melihat orang lain bertobat.
Namun, Kristus tidak menuliskan nama mereka di dalam kitab-Nya. Dia memandang pada mereka dan berkata bahwa Dia tidak mengenal mereka. ”Pasti ada kesalahan,” jawab mereka. “Bukankah saya mengikuti kelompok kecil, memberitakan Injil pada tetangga saya, memberikan persembahan untuk pelayanan ini itu secara teratur?” Namun, Dia menjatuhkan kata-kata menentukan yang lebih dahsyat dari langit yang dipenuhi anak panah. ”Aku tidak pernah mengenal kamu ! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” Mereka membayangkan hal-hal yang besar; mengatakan hal-hal yang besar, tetapi mereka hidup sebagai pembuat kejahatan.
”Banyak orang” yang mengembara dalam hidup ini ”seumpama seorang yang lapar bermimpi ia sedang makan, pada waktu terjaga, perutnya masih kosong, atau seumpama seorang yang haus bermimpi ia sedang minum, pada waktu terjaga, sesungguhnya ia masih lelah, kerongkongannya masih dahaga” (Yes. 29:8). Bisakah kita tidak seperti itu? Bisakah kita tidak dibangunkan untuk mendengar Kristus berkata,”Enyahlah” juga?
Bangun Dari Mimpi
Beberapa kebenaran terkandung dalam pernyataan: ”Seperti yang dipikirkan seseorang, demikianlah dia.” Namun, juga ada beban dalam pernyataan orang yang mengaku beriman, ”Seperti yang diperbuat oleh seseorang, demikianlah dia” – meskipun dia menganggap dirinya adalah yang sebaliknya. Atau, ”Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka” (Mat. 7:16-20).
Sekali lagi, intinya adalah seperti yang Jonathan Edward tuliskan dengan gamblang: ”Kesalehan bukan berada di dalam hati yang berniat melakukan kehendak Allah, tetapi berada di dalam hati yang melakukannya” (Religious Affection, 348). Perasaan hangat; niat yang terbaik; harapan dan ucapan yang tulus; atau kecondongan yang positif pada Allah-dan-Kristus (bukan pada diri sendiri) merupakan bukti dari hidup yang baru. Yesus mengajarkan, ”Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku” (Yoh. 14:15).
Apakah Anda menaati Kristus? Ini adalah salah satu cara kita untuk mengetahui apakah kita sungguh-sungguh mengasihi-Nya: ”Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya. Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran” (1 Yoh. 2:3-4). Berapa banyak pemimpi yang terbangun oleh pertanyaaan Yesus yang menghantui: ”Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?” (Luk. 6:46).
Hidup Kekristenan memanggil kita untuk hidup, hari lepas hari, ”tertuju pada Yesus, Sang Pencipta dan Penyempurna iman kita” (Ibr. 12:2, AYT). Betapa elok-Nya Dia. Tidak pernah ada Sahabat yang lebih bisa dipercaya; tidak pernah ada Pengantin yang lebih luar biasa. Kasih-Nya menanggung kutuk kita. Kebaikan-Nya menghadapi pengkhianatan kita dengan berbagai kata kasih. Kebaikan-Nya membuat raja yang paling terhormat menjadi tersipu-sipu – apa alasan yang bisa kita temukan untuk tidak menaati Sang Juruselamat yang seperti itu?
Dari semua pandangan yang diarahkan pada Tuan yang ini – Dia adalah keindahan yang ingin kita pegang; gambar-yang-mengubahkan (2 Kor. 3:18) – Kitab Suci juga membawa kita kembali melihat makhluk lain yang membingungkan, yaitu diri kita sendiri. ”Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu!” (2 Kor. 13:5).
Kita semua perlu memandang hal ini secara teratur. Banyak orang sebelum mengembara dari hal-religius-yang-kosong yang terasa manis ke ujung yang paling mengerikan. Kiranya Anda dan saya tidak termasuk di antara mereka.
***
Artikel ini diterjemahkan dari desiringgod.org dengan judul 'Is My Christian Life Just a Dream?.'