Allah yang Lebih Besar Daripada Google

1 Mei 2015
Artikel oleh Marshall Segal
Staff Penulis, desiringGod.org

Kita hidup pada zaman ketika secara harfiah kita tidak lagi perlu menunggu tibanya sebuah jawabanKita hidup pada zaman ketika secara harfiah kita tidak lagi perlu menunggu tibanya sebuah jawaban. Jika hal itu memang bisa diketahui, kita bisa mengetahuinya dalam hitungan detik, bahkan kurang dari sedetik. Siri, di mana lokasi yang menjual cabe chipotle terdekat? Google, yang hidup-dan-aktif, siap membantu melalui setiap perangkat yang kita miliki.

Kita telah dilatih untuk hidup tanpa ketidakpastian. Kita telah diajarkan bahwa kita tidak hanya berhak atas setiap jawaban, tetapi semua jawaban tersebut bisa ditemukan hanya sejauh beberapa klik (dan detik) jauhnya. Tidak ada seorang pun yang tidak tahu lagi. Kita membawa setiap pertanyaan, ketakutan, atau keingintahuan kita ke Google atau ke media sosial, yang dengan cepat-dan-mudah memuaskan hasrat kita yang menggebu-gebu akan informasi dan bimbingan, baik dengan jawaban atau pengalihan.

Kita memiliki Allah yang Mahatahu, Mahamelihat, Mahabijaksana. Namun, kita sering kali lebih suka mempercayakan pertanyaan kita ke internet. Apalagi, ilah yang berada di ujung jari kita tersebut bisa dilihat, dikendalikan, cepat, dan tampaknya mahatahu (setidaknya bagi kita cukup mahatahu).

Namun, Allah tidak menciptakan internet untuk menggantikan diri-Nya sendiri.

Mencari Jalan Pintas

Kita memang tidak perlu berdoa tentang bagaimana cara pergi makan malam, kapan perayaan Hari Ibu pada tahun ini, ataupun mengenai berapa kali the Twins tidak berhasil menduduki posisi pertama. Saya yakin Allah cukup senang jika pertanyaan semacam itu didelegasikan pada Google.

Meskipun demikian, banyak masalah dalam hidup kita yang tidak akan pernah bisa diselesaikan melalui ketergantungan kita pada paket data. Anda mungkin mendapatkan jawaban yang cepat (atau tiga juta jawaban). Namun, jawaban yang sering kali Anda butuhkan tidak akan-dan-bisa ditemukan dalam waktu 0,35 detik. Jawaban semacam itu hanya berasal dari Allah; hanya datang melalui doa yang disertai dengan kesabaran dan perenungan akan firman-Nya.

Bagaimana cara mematahkan kuasa dosa ini dalam hidup saya?
Berapa banyak uang yang harus saya berikan ke gereja?
Haruskah saya berhenti dari pekerjaan saya? Haruskah saya mengambil pekerjaan itu?
Apa yang harus saya katakan kepada anak saya yang telah menyimpang dari iman?
Haruskah saya menikah dengan pria / wanita ini?
Mengapa saya memiliki kanker?

Anda dapat mengetikkan berbagai pertanyaan tersebut ke dalam kotak pencarian Anda dan akan mendapatkan banyak jawaban (bahkan mungkin beberapa jawaban yang baik). Namun, apakah itu memang cara yang dimaksud Bapa surgawi untuk menggembalakan, meneguhkan, dan melatih anak-anak-Nya? Percayakah kita kalau Allah dapat memberitahu kita mengenai sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh Google?

Yesaya memperingatkan bahwa ketidaksabaran terhadap Allah akan membawa kita kepada petunjuk lain yang lebih cepat — kepada jalur cepat dunia untuk mendapatkan hikmat. Ketika Yesaya harus memilih, ia berkata, ”Dan aku hendak menanti-nantikan TUHAN yang menyembunyikan wajah-Nya terhadap kaum keturunan Yakub; aku hendak mengharapkan Dia” (Yes. 8:17). Allah memang menyembunyikan wajah-Nya. Dia bukan seorang pelayan yang berpura-pura menjadi mesin pencarian internet favoritnya Anda. Allah tahu bahwa kadang-kadang hal terbaik bagi hati yang meragukan dan bertanya-tanya adalah dengan membuatnya menunggu. Kadang-kadang, jeda yang tidak nyaman antara pertanyaan kita dan jawaban Allah benar-benar bisa menjadi hadiah yang lebih besar, manis, dan dibutuhkan ketimbang jawaban itu sendiri.

Roda Pelangi

Dunia melihat pertanyaan yang masih melekat pada kita secara berbeda. ”… Mintalah petunjuk kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan komat-kamit” (Yes. 8:19). Bosan menunggu Allah? Bawalah pertanyaan Anda ke tempat lain. Ada berbagai mesin pencari yang lebih responsif. Berhentilah melihat roda-pelangi-rohaninya Anda yang terus berputar.

Bagi hal yang mendesak dan mereka yang tidak beriman, saran itu terdengar bijaksana dan efisien. Jika Allah tidak sedang dalam jam kerja-Nya, saya akan mencari guru lain yang akan berbicara kepada saya. Allah tampaknya sibuk dengan urusan lain. Jadi, saya tidak akan membebani-Nya dengan pertanyaan saya.

Logika semacam ini tidak hanya bersifat duniawi dan tidak bijaksana, tetapi juga menyimpang-dan-menghina. Yesaya menyoroti kengerian dari ketidaksabaran kita terhadap Allah dan ketergantungan kita terhadap sumber yang lain dalam mendapatkan kenyamanan-dan-hikmat.

”Dan apabila orang berkata kepada kamu: ’Mintalah petunjuk kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan komat-kamit,’ maka jawablah: ’Bukankah suatu bangsa patut meminta petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka meminta petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup?’” (Yes. 8:19).

Mengapa kita meminta petunjuk kepada arwah dan roh-roh peramal jika memang memiliki Allah? Mengapa kita memercayakan masalah kita yang terdalam, paling sensitif, dan paling rumit kepada para penasihat yang lemah-dan-terbatas ketika kita memiliki telinga Allah atas alam semesta? Hal itu merupakan kejahatan dan bentuk tindakan bunuh diri ketika secara fungsional kita memalingkan kepercayaan kita dari Allah kepada Google.

Kematian Google

”Haruskah [umat Allah] meminta petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup?” Arwah dan roh-roh peramal pada zaman Yesaya belum mati. Mereka masih bernapas, mendengarkan, berbicara, dan merusak. Mereka belum mati, tapi sedang menghembuskan napas kematian. Hanya itu yang ditawarkan mereka. Tentu saja, mereka akan menghiasi hikmatnya mereka dengan berbagai desain yang berwarna-warni, musik yang mengentak-entak, dan tombol ”like” dari Facebook. Namun, semua hal tersebut adalah kematian.

Yesaya melanjutkan, ”Mereka akan lalu lalang di negeri itu, melarat dan lapar, dan apabila mereka lapar, mereka akan gusar dan akan mengutuk rajanya dan Allahnya; mereka akan menengadah ke langit, dan akan melihat ke bumi, dan sesungguhnya, hanya kesesakan dan kegelapan, kesuraman yang mengimpit, dan mereka akan dibuang ke dalam kabut” (Yes. 8:21-22).

Ikutilah panduan tersebut, percayakanlah hatinya Anda pada mereka, maka Anda akan segera mendapatkan jawaban. Anda akan memiliki kenyamanan-yang-mudah dan nasihat-yang-murahan. Namun, Anda juga akan mengalami kelaparan dan kesia-siaan. Pada akhirnya, Anda juga akan mengalami kemarahan yang irasional dan tidak terpuaskan. Dunia dan semua hikmatnya akan memberi Anda makanan untuk hari ini dan sekaligus membuat Anda kelaparan untuk selama-lamanya. Alih-alih membawa terang-dan-kehidupan, mereka malah akan menarik kegelapan dan menutup pintu; meninggalkan Anda dan semua pertanyaan Anda dalam kegelapan.

Hanya ada satu cara untuk beroleh hikmat yang dibutuhkan untuk hidup – yaitu, hikmat yang menghidupkan kita dan hikmat yang membuat kehidupan ini menjadi masuk akal. Jika kita menginginkan jawaban yang mengarah pada kehidupan – yang benar, penuh, berkelimpahan – kita akan melihat pada Sang Pemberi Hidup (Kis. 3:15, AYT), bukan pada toserba yang menjual hikmat.

Ketika berbicara mengenai usaha memahami-dan-menafsirkan realitas, terutama mengenai pertanyaan terbesar yang kita hadapi mengenai diri kita sendiri dan dunia tempat kita hidup yang besar, tragis, dan indah ini, bahkan internet bisa menjadi kerugian-yang-menghancurkan dibandingkan dengan Allah yang menciptakan semua hal; menopang segala sesuatu; dan yang berencana menyatukan semua hal dalam Anak-Nya pada suatu hari nanti.

Fajar Pengharapan

Jadi, ketika Allah diam, apa yang kita lakukan jika kita tidak terburu-buru mencari jawabannya di tempat lain? Sekali lagi, Yesaya berkata, ”Carilah pengajaran dan kesaksian! Siapa yang tidak berbicara sesuai perkataan itu, maka baginya tidak terbit fajar” (Yes. 8:20). Alih-alih mengirim kita ke tempat lain, Allah memanggil kita kembali ke firman yang hidup-dan-kekal (1 Pet. 1:23). Resep untuk pertanyaan-yang-belum-terjawab dan masalah-yang-belum-terpecahkan adalah dengan sabar merenungkan firman Tuhan. Kita tidak membutuhkan firman yang baru. Kita membutuhkan tekad-dan-wawasan yang baru untuk melihat Allah dan jalan-jalan-Nya dengan kata-kata yang sangat kuno – untuk mendengar dari-Nya, bahkan jika hal tersebut membutuhkan waktu beberapa hari, minggu, atau tahun.

Mereka yang mengejar hikmat melalui jalan ini akan mendapatkan fajarnya mereka. Akan ada terang di ujung terowongan dari penderitaan-dan-sakit hatinya hidup. Semuanya itu akan terbit bersama Allah, tidak di tempat lain.

”Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu. Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa; tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu. Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu” (Yes. 60:1–3).

Terang yang dijanjikan Allah adalah terang-yang-layak-ditunggu; terang yang pada akhirnya akan memenangkan seluruh dunia. Allah telah menuliskan semua penderitaan, kebingungan, hancur-hati, dan ketakutan yang kita alami saat ini dalam kisah hidup kita bukan supaya kita terkesan dengan Google, tetapi supaya kita semakin bergantung pada-Nya. Hikmat yang diberikan Allah tidak selalu langsung datang, tetapi akan sempurna dan memberi Anda upah penuh untuk selama-lamanya.

Jadi, apakah kita percaya Allah dapat memberitahu kita mengenai sesuatu yang tidak dapat diberitahukan oleh Google? Jika ya, maka kita akan menjadi lebih lambat dalam meraih ponsel dan lebih cepat berlutut untuk berdoa. Kita akan menunggu; tidak terburu-buru menekan tombol klik.

***

Artikel ini diterjemahkan dari desiringgod.org dengan judul 'A God Greater Than Google.'

You may also like...

Tinggalkan Balasan