24 Agustus 2015 Wawancara dengan John Piper Pendiri & Pengajar, desiringGod.org
Transkrip Audio
Selamat datang pada acara podcast ”Bertanya Pada Pendeta John”. Kita mulai dengan pertanyaan dari Nick: ”Pendeta John, saya telah membaca Khotbah di Bukit dalam Injil Matius pasal 5-7. Saya tahu bahwa khotbah yang disampaikan Yesus adalah untuk mengungkapkan sejauh mana penyakit hatinya kita dan betapa kita butuh kebenaran-Nya. Ada satu bagian yang benar-benar membuat saya bingung. Yesus berkata dalam Mat. 6:14-15, ”Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang lain, Bapamu yang di Sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” Dapatkah Anda menjelaskan mengenai apa yang Yesus ingin kita petik dari perkataan-Nya ini? Kekhawatiran terbesar saya adalah perjuangan saya dalam mengampuni orang lain. Apakah ini berarti siapa pun yang tidak mengampuni orang lain tidak dapat menerima keselamatan dari Allah?”
Sebelum saya menyatakan pikiran saya tentang arti dari wanti-wanti tersebut — mengenai arti dari Anda tidak akan diampuni Allah jika tidak mengampuni orang lain — izinkan saya memastikan terlebih dahulu kalau Nick menyadari kalau ayat-ayat mengenai tidak mengampuni yang akan membuat seseorang tidak diampuni itu membuatnya kebingungan. Itulah yang dia katakan. Jika memang demikian, ada hal lain dalam isi Khotbah-di-Bukit yang juga akan membuatnya kebingungan.
Standar yang Tinggi
Sebagai contoh, Yesus berkata dalam Injil Matius 5:7 (AYT), ”Diberkatilah mereka yang berbelas kasihan sebab mereka akan memperoleh belas kasihan.” Jadi, belas kasihan-Nya Allah diperoleh karena kita berbelas kasihan. Itu hampir sama dengan pernyataan di Mat. 6:15 yang membuatnya kebingungan. Kita menerima belas kasihan pada hari penghakiman karena memercayai belas kasihan-Nya Kristus telah membuat kita berbelas kasih.
Yakobus menyatakan: ”Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman” (Yak. 2:13). Artinya, jika kita menunjukkan belas kasihan, maka penghakiman atas kita tidak akan menjadi penghukuman. Namun, itu akan menjadi belas kasihan. Itu mengenai masalah yang sama; isu yang sama yang ditanyakan.
Atau, perhatikan pernyataan di Mat. 5:29: ”Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka.” Artinya, kegagalan untuk berperang melawan hawa nafsu akan mengakibatkan seseorang masuk neraka. Ini mengenai pergumulan yang sama.
Buah dan Akar
Perhatikanlah pernyataan di Mat. 7:16–20 ketika Yesus berkata bahwa kita akan mengenali orang-Kristen-palsu dari buahnya:
Dari buahnyalah kamu dapat mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.
Jadi, sekali lagi, Yesus berkata bahwa tiadanya buah yang baik dalam hidup kita akan membuat kita dibuang ke dalam api. Namun, pastikan kita berhati-hati saat membaca ayat ini. Menghasilkan buah tidak membuat Anda menjadi pohon yang baik. Banyak orang terlalu cepat menyimpulkan kalau ada semacam persyaratan dalam penghakiman — misalnya Anda harus menghasilkan buah yang baik; harus melawan nafsu; atau harus memaafkan — maka entah bagaimana kita bisa membuat diri kita sendiri menjadi pohon yang baik dan memperoleh keselamatan dari buah-buah itu. Itu pemikiran yang gila.
Ayat di atas menyatakan kalau ”setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik”. Jika Anda berbuah, maka Anda adalah pohon yang baik. Bukan sebaliknya. Kita tidak diselamatkan oleh buah-yang-baik. Buah-yang-baik menunjukkan bahwa kita adalah pohon-iman-yang-baik di dalam Yesus.
Ke-Tuan-an yang Sejati
Injil Matius 7:21-23 menyatakan:
Bukan setiap orang yang berseru kepadaku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di Sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!
Jadi, mengakui ke-tuan-anNya Yesus tidak menyelamatkan siapa pun. Kita menunjukkan ke-tuan-anNya dengan melakukan kehendak Bapa-Nya. Tanpa adanya bukti ini dalam hidup kita, maka kita akan mendengar: ”Aku tidak pernah mengenal kamu”. Yesus kemudian berkata, ”Semua orang… yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya akan menjadi seperti orang bijak yang membangun rumahnya di atas batu [agar ia tidak hanyut pada hari penghakiman]” (Mat. 7:24). Kemudian, Yesus berkata, ”Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia akan menjadi seperti orang bodoh yang membangun rumahnya di atas pasir” (Mat. 7:26). Pada hari penghakiman, dia akan hanyut.
Jadi, dengan kata lain, pernyataan serupa Mat. 6:15 yang membuat Nick kebingungan (”Jika kamu tidak mengampuni kesalahan orang lain, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu”) muncul dalam berbagai bagian. Yesus hanya mengatakan hal yang mirip-mirip dengan apa yang dikatakan-Nya sebelumnya.
Pengampunan Berlimpah-limpah
Saya akan menyatakannya seperti ini. Jika pengampunan yang kita terima (dengan harga sampai harus mengorbankan darah Anak Allah, Yesus Kristus), begitu tidak efektifnya dalam hati kita sehingga kita tetap memiliki kecenderungan menyimpan dendam dan kepahitan terhadap seseorang, maka kita bukanlah pohon yang baik. Kita belum diselamatkan. Kita tidak mensyukuri pengampunan ini. Kita tidak percaya pada pengampunan ini. Kita tidak menerima-dan-menghargai pengampunan ini.
Kita hanyalah orang-orang yang munafik. Kita hanya ngomong saja. Kita belum merasakan keajaiban yang menghentak-dan-menggembirakan tersebut; bahwa Allah sampai rela mengorbankan nyawa Anak-Nya. Maksud saya, bagaimana mungkin saya bisa menyimpan dendam terhadap seseorang ketika saya tidak disakiti seperti halnya Allah telah disakiti — begitu tersakitinya hingga Ia harus mengorbankan nyawa Putra-Nya supaya saya bisa diampuni?
Itulah inti dari Injil Matius pasal 18; mengenai perumpamaan tentang hamba yang tidak mau mengampuni — pernyataan dalam Mat. 6:15 yang berbentuk perumpamaan — ketika hamba itu misalnya berutang satu miliar dolar kepada raja (angka tersebut hanyalah sebagai gambaran dari jumlah hutangnya yang begitu besar). Dia diampuni tanpa syarat. Namun, dia kemudian keluar dari sana dan merasa pengampunan itu sangat kecil artinya sehingga dia mencekik sesama hamba karena urusan piutang sepuluh dolar. Ketika raja mendengarnya, dilemparkannyalah hamba itu ke dalam penjara. Yesus menyimpulkan perumpamaan tersebut: ”Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu” (Mat. 18:35).
Pernyataan ini bukanlah sesuatu yang unik bagi Yesus. Pernyataan sejenis itu muncul di mana-mana pada masanya Paulus. Ketika sedang berbicara kepada orang Kristen, Paulus berkata, ”Apakah kamu tidak tahu bahwa orang yang tidak benar tidak akan mewarisi Kerajaan Allah? Jangan sesat! (1 Kor. 6:9, AYT). Kemudian ia menambahkan, ”Dan beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu. Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita” (1 Kor. 6:11).
Dalam ayat 10, Paulus mengidentifikasi pemfitnah sebagai contoh orang yang tidak benar. Siapakah pemfitnah itu? Seseorang yang membenci; menyimpan dendam; tidak bisa mengampuni; dan hidup dalam kepahitan. Orang-orang seperti itu tidak akan masuk surga. Bukan berbuat baik yang membuat seseorang masuk surga, namun kebaikan adalah buah Roh yang diberikan kepada mereka yang telah diremukkan oleh kasih Yesus dan memeluk manisnya pengampunan meskipun kita sudah pernah mencerca Allah.
Allah Menyelesaikan Perkara
Jadi, ketika Nick bertanya, ”Apakah berarti setiap orang yang tidak mengampuni sesamanya tidak akan bisa menerima keselamatan dari Allah?” Jawabannya adalah seperti ini: ”Bergumul untuk memaafkan bukanlah sesuatu yang membinasakan kita. Selama kita masih hidup di dunia, kita tidak akan bisa melakukan perbuatan baik dengan sempurna, termasuk untuk mengampuni dan mengasihi sesama.” Yesus mati untuk menutupi ketidaksempurnaan ini. Apa yang membinasakan kita adalah memegang teguh sikap untuk tidak akan pernah mau memaafkan; tidak berniat memaafkan. Kita malah berniat menyimpan dendam, sakit hati, dan kepahitan. Semuanya itu terasa nikmat. Saya ingin pergi tidur setiap malam dengan rasa amarah karena merasa layak marah kepada seseorang. Saya akan menyimpan sakit hati terhadapnya ini seumur hidupnya.
Jika kita berpikir bahwa kita dapat didiami oleh Roh Kristus dengan tidak melawan sikap hati seperti itu, maka kita telah tertipu. Jadi, Nick, jika Anda terus-menerus menyimpan kepahitan, kemarahan, dan dendam, tetapi tidak melawan semuanya ini dengan iman dalam belas kasihan Yesus kepada Anda, saya berharap episode ini akan mengusik Anda dan memberi Anda kebebasan dalam Kristus untuk melepaskan semuanya itu. ”Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.” (Rom. 12:19). Allah yang akan menyelesaikan semua perkara, Nick. Anda tidak perlu melakukannya.
***
Artikel ini diterjemahkan dari desiringgod.org dengan judul 'If I Fail to Forgive Others , Will God Not Forgive Me?'