30 April 2021 Artikel oleh Greg Morse Staff Penulis, desiringGod.org
Ketika kebudayaan kita tampak berputar ke dalam kekacauan yang lebih besar, orang-percaya harus memastikan bahwa mereka mengurus rumah tangga mereka sendiri dengan baik. Mengingat banyak sekali hal yang terjadi di luar tembok rumah kita, cobaannya bisa saja dengan mengabaikan apa yang terjadi di dalamnya.
Kita bisa gagal untuk memahami bahwa rumah tangga kita berada tepat di mana banyak panah jahat diarahkan. Upaya untuk mendefinisikan kembali pernikahan; kepriaan dan kewanitaan; dan apa yang membentuk keluarga ”modern” adalah ayunan kapak pada batang yang sama. Rumah tangga Kristen, yang dengan rela hati berserah pada rancangan Allah, telah menjadi sasaran sekularisme selama ini. Gereja-gereja akan diteguhkan; dan lintasan budaya kita terbantu ketika semakin banyak dari kita yang bersama-sama dengan Yosua memutuskan, ”Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” (Yos. 24:15).
Sementara jalan yang baru-dan-ramai sedang dibuat di Sodom, kita harus memperhatikan suara kenabian: ”Ambillah tempatmu di jalan-jalan dan lihatlah, tanyakanlah jalan-jalan yang dahulu kala, di manakah jalan yang baik, tempuhlah itu, dengan demikian jiwamu mendapat ketenangan” (Yer. 6:16). Bagi kita, kemajuan akan terlihat seperti kembali ke jalan kuno, yaitu jalan untuk membangun kembali semangat menyembah dalam keluarga kita; merebut kembali dan memperjuangkan rumah tangga Kristen. Orang-orang benar yang akan memimpin jalannya.
Seisi Rumahku
Para pria, tak seorang pun yang memengaruhi suasana rohani keluarga seperti halnya kita. Jika kita suam-suam kuku dan ceroboh, maka kita mengirimkan badai rohani pada seisi rumah. Jika kita terbakar sebagai tungku bagi Tuhan, bahkan anak yang paling melawan dalam rumah kita akan tetap akan merasakan pengaruh yang menghangatkan.
Tujuan besar kita adalah untuk memimpin keluarga kita dengan cara yang layak bagi Allah. Apa lagi alasannya mengapa mereka sampai ditempatkan di bawah perlindungan kita? Untuk membantu kita memikirkan dengan sungguh-sungguh bagaimana melakukan hal tersebut, saya percaya bahwa akan sangat membantu untuk meminjam dari kategori klasik yang diterapkan pada Kristus, yaitu melakukannya sebagai nabi, imam, dan raja. Kita adalah seorang nabi yang menyampaikan firman dalam rumah tangga kita; seorang imam yang menyerahkan diri kita untuk berdoa syafaat, berbicara kepada Allah atas nama orang yang kita kasihi; dan seorang raja yang memerintah, membela, dan menafkahi mereka.
NABI
Sebagai nabi di dalam keluarga, kita memiliki hak istimewa yang besar untuk menyampaikan firman Allah pada seisi rumah. Kita adalah gembala rohani. Hari-hari ini terlalu sedikit yang mengetahui sukacita mendengar seorang ayah yang dengan sungguh-sungguh, dengan sukacita, dengan rendah hati menyuarakan firman Allah dalam Kitab Suci. Namun, apa yang banyak dari kita tidak alami ketika masih sebagai anak, kita dapat memberikannya sebagai ayah. Allah menolong kita untuk melakukan semuanya itu.
Kita berbicara untuk menasihati, menguatkan, dan menuntut anak-anak kita untuk hidup yang berkenan bagi Allah. Paulus menyadari hal ini ketika dia berkata, ”seperti bapa terhadap anak-anaknya, telah menasihati kamu dan menguatkan hatimu seorang demi seorang, dan meminta dengan sangat, supaya kamu hidup sesuai dengan kehendak Allah” (1 Tes. 2:11-12). Kita tidak hanya menasihati, tetapi juga menguatkan. Tidak hanya menguatkan, tetapi juga menasihati. Ini juga berlaku untuk pasangan kita yang paling terkasih karena Allah menuntut kita untuk mengasihinya seperti yang Kristus lakukan pada gereja-Nya, yaitu memandikannya dengan firman (Efe. 5:25-27).
IMAM
Sebagai imam dalam keluarga kita, kita menjadi perantara bagi keluarga kita di hadapan Allah. Dalam kisah yang menggetarkan hati, John G. Paton, misionaris besar di antara para kanibal, mengenang masa kecilnya:
Betapa besar doanya ayah saya membuat saya terkesan pada saat ini tidak pernah bisa saya jelaskan, ataupun dipahami orang lain. Ketika dia berlutut dan kami semua berlutut di sekelilingnya dalam sebuah ibadah keluarga, dia mencurahkan seluruh jiwanya dengan tangisan untuk perubahan pada dunia kafir terhadap pelayanan Yesus, dan untuk setiap kebutuhan pribadi dan rumah tangga, kami semua merasa seolah-olah ada di hadapan Juruselamat yang hidup, dan belajar untuk mengenal dan mengasihi Dia sebagai sahabat Ilahi kita (21).
Berlutut bersama, mencurahkan jiwa kita dalam doa untuk keluarga kita, gereja kita, bangsa kita, dan dunia yang terhilang – ini adalah warisan yang luar biasa yang bisa ditinggalkan bagi anak-anak kita. Baik di hadapan mereka atau di tempat rahasia, kita mendapatkan hak istimewa yang sangat istimewa sehingga bisa berjuang-dalam-doa pada Allah atas nama mereka.
RAJA
Allah dengan tegas telah menuliskan ke dalam sifat dasar setiap pria untuk memimpin, menyediakan, dan membela orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya. Ketika masyarakat merosot ke dalam kefasikan, tiga kategori inilah yang paling terakhir merosot. Tanpa ketiga hal ini, itu menjadi keberadaan yang merendahkan bagi pria mana pun— Kristen atau non-Kristen — untuk melepaskan tugasnya sebagai raja. Benar dinyatakan: ”Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman” (1 Tim. 5:8).
Meskipun diserang dari semua sisi, para pria (sebagai kepala) membuat keputusan untuk keluarganya (baik yang populer maupun tidak populer). Karena pria mengasihi mereka yang terpengaruh oleh keputusannya, dia mempertimbangkan sudut pandang mereka sebelum mengarahkan mereka ke kiri atau ke kanan. Para suami memang tidak mengatur sampai ke hal-hal yang kecil, tetapi dia benar-benar mengemudi dari kursinya pengemudi. Para pria memimpin anak-anaknya dan ratunya ketika dia mengikuti Kristus sebagai Kepalanya (1 Kor. 11:3). Maskulinitas yang dewasa mengatur rumah tangganya dengan baik (1 Tim. 3:4).
Para pria juga memimpin dengan cara yang kebanyakan raja dunia (yang tidak terdidik dalam ketuhanan Kristus) tidak akan berani melakukannya. Dia tidak hanya mengambil hak istimewa sebagai penguasa, tetapi juga tanggung jawabnya, yaitu dengan membungkuk rendah untuk menanggung beban fisik, emosional, dan spiritual bagi keluarga; dan melakukannya dengan sukacita. Pengorbanannya meluas, jika perlu, hingga sampai urusan memikul salib dalam meniru Juruselamatnya. Dia memimpin keluarganya dalam berbagai tugas lain yang tidak menarik seperti halnya mengenai urusan pengakuan dosa dan pertobatan. Mahkotanya yang mulia adalah salah satu dari duri.
Tiga Laki-laki dalam Satu Orang
Mempertimbangkan kategori-kategori ini, saya merasa terlalu mudah untuk memainkan kekuatan saya dan menghindari ketidaknyamanan karena terlihat lemah di bidang lain. Bukankah menjadi nabi di rumah tangga sudah cukup? Saya menemukan bahwa orang-orang di sekitar saya terpengaruh ketika saya lemah dalam salah satu dari tiga panggilan ini. Tidak ada peran yang bisa diabaikan begitu saja.
Maka, pertimbangkanlah, apa yang perlu kita dengar jika kita sudah merasa cukup puas berkarya dalam satu peran dengan mengabaikan dua lainnya.
Kata-kata bagi Para Nabi
Apa yang terjadi ketika kita mengucapkan firman Allah pada keluarga kita sebagai nabi, tetapi tidak mengambil jubah raja atau imam?
Kita mungkin tampak setia dalam mengajarkan firman. Suasana di rumah kita akan dipenuhi dengan berbagai ajaran yang saleh. Kita akan mengingatkan tentang keabadian jiwa mereka; bahaya besar dari dosa; kebutuhan akan kebenaran Kristus dan kelahiran baru; sukacita persatuan dengan Tuhan kita; dan berbagai sukacita dari dunia yang akan datang kelak bersama dengan Dia dalam kemuliaan. Namun, bahaya besar bagi kita, jika kita banyak mengajar tetapi sedikit berdoa dan sedikit memerintah, adalah kehilangan kuasa rohani dan rasa hormat di rumah.
Pertama, kita akan berada dalam bahaya menjadi seorang guru yang kekurangan minyak penyucian. Perkataan kita akan kekurangan cita rasa surgawi, bobot, pengaruh yang tak tergambarkan yang diperlukan untuk membuat pengajaran Anda paling efektif. Mengajarkan teologi yang baik dengan sedikit berdoa mirip seperti seekor burung besar yang terbang dengan sayap yang kecil. Firman Tuhan memang tidak akan kembali dengan sia-sia. Namun, jangan lupa, ”Sebab Kerajaan Allah bukan terdiri dari perkataan, tetapi dari kuasa” (1 Kor. 4:20).
Kedua, kita akan berisiko tidak diperhatikan dengan serius di rumah. Jika kita tidak membuat keputusan untuk memerintah dengan baik atas nama keluarga, bagaimana kita dapat benar-benar mengawasi jiwa? ”Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?” (1 Tim. 3:4–5). Bagi yang gemar membaca di antara kita, bagaimana jika kita belajar cara untuk melakukan hal-hal di sekitar rumah; cara menjadi lebih tegas? Bagaimana jika kita bekerja untuk mencapai kompetensi melebihi studi kita? Jika kita menghabiskan lebih banyak waktu untuk berlutut dan lebih banyak waktu terlibat dalam urusan kehidupan sehari-hari, mungkinkah kata-kata kita yang luar biasa akan diterima dengan lebih baik?
Kata-kata untuk Para Imam
Apa yang terjadi ketika kita banyak berdoa, tetapi gagal memimpin dan memberi petunjuk?
Tidak dapat disangkal: jika kita berdoa, kita melakukannya dengan baik. Namun, jika kita hanya berusaha memberkati mereka dengan kata-kata rahasia di dalam kamar kita atau dengan doa-doa yang tergesa-gesa sebelum makan, tidakkah kita akan segera mendapati bahwa doa-doa kita menjadi lebih dangkal dan nasihat kita lebih lemah (jika kita mencobanya semua)? Apakah Anda akan menjadi seorang pria yang “berdoa setiap waktu di dalam Roh”, namun dilucuti pedang Roh-nya? (Efe. 6:17-18, AYT). Kita tidak akan merasa puas dengan hanya menghembuskan kekhawatiran keluarga kita kepada Allah, tetapi juga menghirup firman Tuhan dan menyampaikannya kepada mereka.
Jika kita mengabaikan urusan memimpin, mungkin kita akan gagal untuk melihat bagaimana kita bisa menjadi perpanjangan tangan Allah dalam keluarga kita di luar urusan doa. Kekhawatiran mereka adalah doa kita dan kekhawatiran yang praktis. Kita tidak menyuruh mereka pergi untuk dihangatkan dan diisi di tempat lain, tetapi kita berdoa dan kemudian berbalik untuk melakukan apa yang kita bisa bagi mereka. Kita mengajak istri berkencan; bermain sepak bola dengan anak kita; mendengarkan kecemasan dan impian putri kita. Kita berusaha untuk memberkati pikiran, tubuh, dan jiwa mereka – di dalam dan luar kamar kita.
Kata-kata untuk Para Raja
Apa yang terjadi ketika kita hanya berposisi sebagai raja, tetapi bukan sebagai nabi atau imam?
Kita bisa mengatur rumah tangga dengan baik. Kita mungkin bekerja dengan luar biasa untuk keluarga kita dan bangga dengan disiplin diri kita. Namun, rumah tangga kita akan menjadi rumah tangga yang miskin rohani. Untuk semua pemikiran dan bekal duniawi kita, kita akan membiarkan mereka yang berada di bawah pengawasan kita menghadapi musuh yang tidak terlihat — musuh yang paling berbahaya — dan gagal mengisi piring mereka dengan apa yang Yesus sebut ”bagian yang terbaik” (Luk. 10:42).
Jika kita tidak mendapatkan doa dan firman Allah, tekad diri kita akan tergerus, kekuatan kita akan melemah karena ”orang-orang muda menjadi letih dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung” (Yes. 40:30). Kita tidak akan tahu apa artinya ”mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya” (Yes. 40:31) karena kita tidak akan menunggu Tuhan; atau berteriak seperti raja pada zaman dahulu, ”Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tetapi mata kami tertuju kepada-Mu” (2 Taw. 20:12).
Namun, tambahkan pelayanan kita sebagai raja dengan berbicara tentang firman Allah bagi keluarga kita dan berdoa syafaat bagi mereka, maka kita akan mendatangkan berkat ke atas kepala mereka dan membentengi mereka melawan si jahat. Kita akan tumbuh tinggi di mata mereka dan menjadi raja yang layak untuk menyandang nama itu.
Para Nabi, Imam, dan Raja
Bertindak sebagai nabi, imam, dan raja di rumah kita adalah cara sederhana untuk mempertimbangkan apa artinya menjadi kepala rumah tangga yang seperti Kristus. Kita meniru (bukan menggantikan) Kristus, yang adalah Nabi perantara kita setelah Musa (Ula. 18:15); Imam Besar Agung yang bersyafaat bagi kita (Ibr. 4:14-16); dan Raja kita yang Diurapi dalam Mazmur 2, yaitu kepada siapa semua orang harus tunduk dan mencium cincin-Nya.
Terakhir, saya menyerukan ibadah keluarga sebagai tempat yang bagus untuk menjalankan dua tugas yang paling diabaikan pada zaman kita, yaitu sebagai imam dan nabi. Satu struktur sederhana untuk ibadah keluarga adalah berdoa (imam), membaca Kitab Suci dan membagikan pemikiran mengenai apa yang Anda baca (nabi), dan berdoa lagi. Pertimbangkan juga untuk menyanyikan lagu pujian bersama-sama. Ini bisa memakan waktu sepuluh menit atau bisa lebih lama. Konsistensi adalah kuncinya.
Ketika orang-orang yang tidak percaya berubah dari buruk menjadi lebih-buruk, baik masyarakat maupun gereja membutuhkan rumah tangga yang takut akan Allah; yang mengasihi Kristus; dan yang dipenuhi Roh. Para pria, telah diberikan kepada kita untuk menjadi pemimpin seperti Kristus — dalam urusan perkataan, berlutut, dan atas rumah kita — ketika kita merawat jiwa-jiwa yang dipercayakan pada kepemimpinan kita.
***
Artikel ini diterjemahkan dari desiringgod.org dengan judul "Prophet, Priest, and King , The High Calling of Christian Husbands ."