Mengapa Kita TIDAK Perlu Setia Memberikan Persepuluhan (Bagian 4)

Langkah-Langkah Menuju Kedewasaan Rohani (ditulis oleh G.W. Schweer)
Mengapa Kita Perlu Setia Memberi Persepuluhan (hal. 30)

Argumen 4
Persepuluhan merupakan sarana untuk menyediakan dana bagi keperluan pekerjaan Allah. Gereja yang jemaatnya setia memberi persepuluhan tidak mendapat kesukaran dalam mencukupi keperluan bulanan hamba-hamba Allah. Meluasnya pengutusan Injil biasanya merupakan hasil pelayanan gereja-gereja yang jemaatnya setia memberi persepuluhan.

Vs 

Tiga kalimat di argumen keempat ini lagi-lagi murni pendapat/asumsi penulis semata. Ini bukan kebenaran Alkitab.Terbukti, beliau tidak bisa merujuk Firman Tuhan yang bisa dijadikan dasar bagi pernyataan-pernyataannya ini karena memang tidak ada. 

Seperti yang sudah dijelaskan, seruan Paulus kepada jemaat untuk memberi (2 Korintus pasal 8-9) memiliki natur yang berbeda dengan perintah memberi persepuluhan di Perjanjian Lama. Tuhan tidak pernah merancang sistem persepuluhan di Perjanjian Baru untuk mencukupkan kebutuhan para hamba-nya. Dari burung gagak (1 Raj. 17:6) dan ikan (Mat. 17:27) sekalipun Tuhan bisa mencukupkan kebutuhan para hamba-Nya. Tuhan tidak Butuh Uang, pendetamu yang butuh. Makanya sistem yang “tidak ada” bisa dibuatnya jadi “ada”.

Bagian Tuhan atas harta-dan-penghasilan Saudara bukan 10%, melainkan 100%. Saudara harus mengelola harta dan penghasilan itu sebaik-baiknya bagi kemuliaan Tuhan.

Ada dua hal yang perlu kita cermati baik-baik. Pertama, di Perjanjian Baru tidak ada suku Lewi. Pendeta dan gembala bukan pengganti suku Lewi. Kedua, setiap orang Kristen adalah imamat yang rajani. Karena itu, Perjanjian Baru tidak pernah membeda-bedakan kependetaan (clergy) dan orang awam (layman) secara tajam. 

Jadi, siapakah “hamba-hamba Allah” di Perjanjian Baru?  Setiap orang yang sudah dilahirbarukan Roh Kudus. Setiap orang Kristen. Kalau sungguh sistem persepuluhan itu benar diperuntukkan bagi “hamba-hamba Allah”, situ kok berhak terima, sini tidak? Bukankah kita sama-sama “hamba-hamba Allah”?

Berikutnya, penulis mengaitkan “meluasnya pengutusan Injil” dengan kesetiaan memberi persepuluhan. Mari kita uji kenyataan yang terjadi. 

Ketika kas gereja berlimpah, biasanya lebih sering dipakai untuk penginjilan atau untuk membeli gedung/tanah? Dari pengeluaran setahun gereja masa kini, berapa % yang dipakai untuk penginjilan?; berapa % yang dipakai untuk melayani para janda dan anak yatim? 

Ada sebuah gereja megah di Semarang yang menyediakan semua fasilitas bagi jemaatnya. Alat musiknya lengkap dan baru. Mereka memiliki banyak komisi gereja, kecuali Komisi Penginjilan. 

Sebaliknya, ada banyak gereja yang memiliki Komisi Penginjilan, namun tidak pernah memberitakan Injil. “Ada” hanya sekedar untuk formalitas saja. Lantas, apa yang biasanya mereka kerjakan? Mereka sering mengadakan seminar tentang pentingnya dan perlunya menginjili. Namun, mereka sendiri malahan tidak pernah menginjili.

Apakah kas gereja mereka kurang? Jelas tidak. Karena itu, penginjilan tidak pernah mengenai ada tidaknya dana. Jika kita sudah memiliki hati yang berkobar-kobar, Injil akan tetap diberitakan (Kis. 8:1, 4). Entah ada dana/tidak, penginjilan tetap bisa berlangsung. 

Tinggalkan Balasan