1 Pet. 2:11 (AYT)
Saudara-saudara yang kukasihi, aku ingin menasihati kamu sebagai pendatang dan orang asing di dunia ini untuk menjauhkan dirimu dari keinginan hawa nafsu duniawi yang berperang melawan jiwamu.
Alkitab berkali-kali mengingatkan kalau dunia ini hanyalah sementara. Tempat kita bukan di sini. Kita hanyalah turis. Kita hanyalah “pendatang dan orang asing di dunia ini”.
Mata dan pikiran kita hendaklah tertuju pada hal yang akan datang. Seperti Abraham, hendaklah kita “menantikan sebuah kota yang mempunyai fondasi, yang perancang dan pembangunnya adalah Allah” (Ibr. 11:10).
Kita “merindukan suatu negeri yang lebih baik, yaitu negeri surgawi”. Kita memandang dan menyambut janji-janji Tuhan dengan mengetahui bahwa kita adalah para pendatang dan orang asing di bumi (Ibr. 11:13-16).
Seperti Musa, kita “lebih memilih menderita bersama umat Allah daripada menikmati kesenangan dosa yang hanya sementara”. Kita menganggap bahwa kehinaan Kristus lebih berharga daripada seluruh kekayaan Mesir sebab kita memandang kepada pahala yang akan datang (Ibr. 11:25-26).
Karena itu, perang melawan hawa nafsu duniawi adalah perang seumur hidup. Seperti Paulus, kita menyadari dan mengakui kalau perang ini terus menerus berlangsung dalam hidup kita. Batin kita kerapkali akan berseru, “Aku manusia celaka! Siapakah yang akan menyelamatkan aku dari tubuh maut ini?” (Rom. 7:14-25).
Namun, untungnya keselamatan tidak bergantung pada perbuatan kita; tidak bergantung pada usaha kita. Jika keselamatan bisa hilang karena apa yang kita-lakukan dan kita-tidak-lakukan, siapa yang sanggup tetap selamat?; sanggup memenuhi standar kekudusan Allah?
Karena itu, sama seperti Petrus dan Paulus yang juga menyadari perang melawan hawa nafsu duniawinya gagal berkali-kali, kita akan semakin bersungguh-sungguh berseru: “Syukur kepada Allah melalui Tuhan kita, Kristus Yesus!”