Jalan Roma menuju Keselamatan: Sebuah Metode Penginjilan Berdasarkan Surat Roma – Bagian 2

INJIL BERDASARKAN SURAT ROMA 

Jika diringkaskan dalam satu kalimat, tema Surat Roma adalah manusia dibenarkan Allah karena iman dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat (Rom. 3:28). Surat Roma menyatakan Injil adalah ”tentang Anak-Nya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud, dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita” (Rom. 1:3-4). Dalam kedua ayat ini, isi Injil diuraikan dengan jelas dan tuntas.[1] Karena itu, terkait apa itu Injil, Surat Roma menjadi salah satu pegangan orang Kristen.

Terkait bagaimana memberitakannya, Surat Roma juga sangat membantu. ”Jalan Roma Menuju Keselamatan” adalah istilah yang dipakai untuk penginjilan yang mengunakan ayat-ayat Alkitab dari Surat Roma sebagai rujukan. Melalui ayat-ayat dalam surat ini, penginjilan bisa dilakukan secara sederhana, namun efektif, untuk menjelaskan mengapa manusia membutuhkan keselamatan, bagaimana Allah menyediakan keselamatan, bagaimana manusia menerima keselamatan dan apa hasil dari keselamatan itu.[2] Ketika memberitakan Injil, jika kita memang tidak bisa menjelaskannya secara terperinci, kita bisa membacakan lima ayat dari Surat Roma ini. Lawan bicara kita setidaknya sudah bisa dianggap pernah mendengar pemberitaan Injil. Jalan Roma Menuju Keselamatan dimulai dari:

Roma 3:23 (TB)
Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.

Karena setiap manusia ”telah kehilangan kemuliaan Allah”, maka kehendak, pikiran, perbuatan, dan perkataannya sudah berada di bawah kuasa dosa (Rom. 3:9). Karena manusia sudah rusak total oleh kuasa dosa, maka tak mungkin baginya menjadi pihak yang berinisiatif mencari Tuhan. Ia memang tidak bisa-dan-tidak mau mencari Tuhan (Rom. 3:10-18). Ia sudah mati dalam pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosanya (Efe. 2:1). Ia seperti Lazarus yang ”telah empat hari berbaring di dalam kubur” (Yoh. 11:17). Karena itu, sebelum diselamatkan, setiap manusia hidup ”tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia ini” (Efe. 2:12). Ia tidak memiliki ”suatu hidup yang penuh pengharapan” (1 Pet. 1:3) karena hanya ada dapur api yang menunggunya. Ratapan dan kertak gigi menantinya dalam kekekalan (Mat. 13:50).

Ayat ini juga sekaligus menghakimi setiap orang beragama di atas muka bumi ini, termasuk para tokoh-dan-pemuka agama. Beragama tidak berarti ber-Tuhan. Ritual agama tidak bisa membenarkan seseorang. Selama seseorang belum ”dibenarkan oleh kasih karunia-Nya secara cuma-cuma melalui penebusan di dalam Yesus Kristus; yang telah Allah nyatakan secara terbuka sebagai jalan pendamaian dalam darah-Nya melalui iman” (Rom. 3:24-25), maka ia sama terkutuknya dengan orang ateis (1 Kor. 16:22). Allah hanya bisa memberikan anugerah-Nya kepada orang yang rendah hati (Yak. 4:6). Sementara itu, orang yang congkak ingin dibenarkan-dan-diselamatkan dengan caranya sendiri, bukan dengan cara Tuhan.

Orang yang congkak adalah orang yang ”tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya” (Rom. 1:21); yang ”tidak merasa perlu untuk mengakui Allah” (Rom. 1:28). Orang yang congkak adalah orang yang ”sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah” (Rom. 10:2-3). Itulah sebabnya mengapa Allah menentang mereka karena mereka ”tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman” (Rom. 2:8). Seseorang akan dinyatakan benar jika benar menurut Allah, bukan menurut dirinya sendiri.[3]

Roma 6:23 (TB)
Sebab upah dosa ialah maut….

Semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut (Rom. 5:14-15) karena ”semua orang telah berbuat dosa” (Rom. 5:12). Karena upah dosa adalah maut (Rom. 6:23), maka hukuman yang pantas bagi dosa manusia adalah kematian (Kej. 2:17). Bukan saja ia akan mengalami kematian fisik (Rom. 8:10), namun juga kematian kekal. Kelak, setiap orang yang berada di luar Kristus akan ”dilemparkan ke dalam lautan api” (Why. 20:15).

Kematian fisik adalah bukti bahwa setiap manusia terlahir sebagai budak dosa (Rom. 6:17). Karena itu, tak seorang pun yang tidak diperbudak di dunia ini. Baik Hitler, Stalin, dan Alexander Agung hanyalah budak. Mereka, kita semua, adalah budaknya dosa. Pilihan bagi umat manusia hanya ada dua: tetap menjadi budak dosa atau dilahirbarukan menjadi budak Kristus (1 Kor. 7:22-23, AYT).  Manusia tidak bisa menjadi tuan atas hidupnya sendiri. Selalu ada entitas yang berkuasa dalam hidupnya, entah itu kuasa dosa ataupun Kristus (Rom. 6:16-23; 14:7-8). Karena setiap manusia hidup ”tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia ini” (Efe. 2:12), ia membutuhkan seorang Juruselamat. Orang yang sudah ”sudah mati” (Efe. 2:1) tidak bisa-dan-mungkin menyelamatkan dirinya sendiri. Konsep self-help adalah ilusi. Mereka telah ”menindas kebenaran dengan kelaliman” (Rom. 1:18) dan ”menggantikan kebenaran Allah dengan dusta” (Rom. 1:25). Konsep pembenaran-karena-perbuatan adalah dusta (Rom. 3:19-20). Hanya Sang Kebangkitan dan Sang Hidup yang bisa membangkitkan-dan-menghidupkan orang mati, baik untuk urusan mati rohani maupun mati fisik (Yoh. 11:25-26). Hanya kebenaran-karena-iman-dalam-Yesus-Kristus yang bisa membenarkan seseorang (Rom. 3:21-22).


[1] Ibid., hal. 24.

[2] Baca penjelasan lengkapnya di <https://www.gotquestions.org/Indonesia/Roma-Menuju-Keselamatan.html >. Diakses pada 12 Juni 2020.

[3] YM Imanuel Sukardi, Berkat-berkat Surat Roma, Surakarta: STT Berita Hidup Surakarta, 2011, hal. 33.

Tinggalkan Balasan