Jalan Roma menuju Keselamatan: Sebuah Metode Penginjilan Berdasarkan Surat Roma – Bagian 1

Jika Surat 1 Tesalonika 4:15-17 dikupas dengan penafsiran literal-grammatical-historical, maka peristiwa besar yang sedang menanti setiap orang Kristen adalah peristiwa Pengangkatan Gereja (the Rapture).[1] Sampai peristiwa itu tiba, Gereja mempunyai kabar baik untuk ditawarkan kepada dunia, yaitu kabar yang membawa pengharapan. J. Erickson Millard menyatakan: ”Injil merupakan inti dari segala yang dilakukan gereja.”[2]

Karena itu, dalam Surat Roma, Paulus menyatakan: ”Demikianlah aku bertekad untuk memberitakan Injil di tempat Kristus belum dikenal supaya aku jangan membangun di atas dasar yang telah diletakkan orang lain” (Rom. 15:20, AYT). Seperti Paulus, setiap orang Kristen seharusnya memiliki tekad supaya mereka yang ”belum pernah menerima berita tentang Dia akan melihat; mereka yang tidak pernah mendengar akan mengerti” (Rom 15:21, AYT). Kuasa Roh Kudus dijanjikan untuk tugas memberi kesaksian mengenai Yesus ke seluruh dunia (Kis. 1:8).[3] Seperti yang dinyatakan dalam Surat 1 Korintus 12:7-11 secara terang benderang, setiap orang Kristen memiliki karunia roh tertentu.[4] Berbagai karunia roh diberikan untuk memperlengkapi (to equip) setiap orang Kristen dalam pelayanannya (Efe. 4:12), yang berarti termasuk untuk urusan penginjilan.[5] Millard berpendapat, ”Roh Kudus yang menentukan karunia apa yang akan diberikan, pada saat mana karunia tersebut diberikan, serta kepada siapa karunia itu diberikan.”[6] Karena itu, untuk mendukung pengabaran Injil ”sampai ke ujung bumi”, Roh Kudus memberikan berbagai karunia.[7]

Secara umum, orang Kristen mungkin memahami mengapa ia harus-dan-perlu memberitakan Injil. Namun, ketika harus memberitakannya secara utuh, tidak semua orang Kristen bisa mendefinisikan apa itu Injil dan tahu bagaimana memberitakannya. Seperti yang dinyatakan di dalam Surat Roma, iman timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus (Rom. 10:17). Namun, timbul pertanyaan, firman yang mana yang harus disampaikan? Urutan penyampaiannya seperti apa? Untuk menemukan jawabannya, kita bisa kembali ke Alkitab.

Alkitab adalah Firman Allah yang tertulis. Karena Alkitab adalah Firman Allah, kita bisa mencari jawaban atas pertanyaan ini pada sumber yang berotoritas dan ineran.[8] Luther mengingatkan kita untuk membuat suatu perbedaan besar antara Firman Allah dan perkataan manusia. Perkataan manusia itu suara kecil, yang terbang ke udara, dan segera lenyap. Namun, firman Allah lebih besar daripada langit dan bumi. Bahkan lebih besar daripada kematian dan neraka.[9] Maksud Allah mungkin tidak sepenuhnya dinyatakan dalam tulisan asli penulis insani, tetapi dinyatakan ketika nas yang satu dibandingkan dengan nas yang lain. Kata-kata dan kalimat tidak masing-masing terisolasi, oleh sebab itu konteksnya juga harus dipelajari supaya bisa melihat hubungan antara ayat-ayat yang saling mendukung baik yang sebelum maupun sesudahnya. Termasuk juga konteks yang dekat dan tema serta liputan kitab itu keseluruhan.[10]

Alkitab juga sekaligus adalah kitab tunggal dengan Penulis tunggal, yaitu Allah Roh Kudus.[11] Roh Kudus adalah guru bagi orang-orang Kristen. Roh Kudus bukan hanya aktif dalam penulisan kitab-kitab di Alkitab, Ia juga aktif dalam membawakan kebenaran Alkitab kepada pikiran-pikiran mereka yang membacanya.[12] Pengajaran Roh Kudus meliputi ”segala sesuatu” (Yoh. 14:26) dan ”seluruh kebenaran” (Yoh. 16:13).[13] Itu berarti termasuk kebenaran mengenai apa itu Injil dan bagaimana memberitakannya. Salah satu bagian Alkitab yang secara sistematis menjelaskan Injil adalah Surat Roma. Dengan menggunakan isi Surat Roma dan kuasa Roh Kudus, orang Kristen bisa memahami apa itu Injil dan bagaimana memberitakannya secara utuh.


[1] Peristiwa Pengangkatan  Gereja (the Rapture) terkait erat dengan Kerajaan Seribu Tahun. Ada tiga pandangan utama mengenai Kerajaan Seribu Tahun. Sama seperti Millard, penulis memegang pandangan premillienialisme sebagai pandangan yang alkitabiah.  J. Erickson Millard, Teologi Kristen Volume Tiga, Malang: Gandum Mas, 2004, hal. 555.

[2] Ibid., hal. 326.

[3] Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru 3. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016, hal. 58.

[4] John MacArthur, The Keys to Spiritual Growth: Unlocking the Riches of God, Wheaton: Crossway, 2001, bab 11, hal. 3.

[5] Ryrie mengingatkan kalau karunia rohani diberikan untuk membangun tubuh-Nya. Roh Kudus mengetahui apakah yang paling diperlukan oleh tubuh Kristus dan apakah yang paling tepat bagi masing-masing orang percaya untuk pelayanan. Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 2, Yogyakarta: Yayasan Andi, 1991, hal. 146.

[6] J. Erickson Millard, Teologi Kristen Volume Tiga, Malang: Gandum Mas, 2004, hal. 300.

[7] Millard menyatakan, ”… Yesus berjanji bahwa Roh Kudus akan turun ke atas mereka [para murid] dan memberikan segala kuasa yang mereka perlukan. Dengan demikian murid-murid Yesus mendapatkan wewenang dan kekuasaan untuk melaksanakan tugas [mengabarkan Injil] tersebut. Lagi pula, mereka yakin bahwa mereka diutus bukan dengan kekuatan mereka sendiri.” J. Erickson Millard, Teologi Kristen Volume Tiga, Malang: Gandum Mas, 2004, hal. 315.

[8] James Montgomery Boice, Dasar-dasar Iman Kristen, Surabaya: Momentum, 2015, hal. 63.

[9] Ibid., hal. 65.

[10] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 1, Yogyakarta: Yayasan Andi, 1991, hal. 160.

[11] Alkitab tersusun dari enam puluh enam bagian dan ditulis hampir selama seribu lima ratus tahun (dari sekitar 1450 SM sampai sekitar 90 M) oleh lebih dari empat puluh orang yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Namun, para penulis ini menghasilkan satu kitab yang memiliki kesatuan yang luar biasa dalam doktrin. Tak dapat disangkal, ada satu pikiran Allah yang sempurna, berkuasa, dan memberi tuntunan. James Montgomery Boice, Dasar-dasar Iman Kristen, Surabaya: Momentum, 2015, hal. 53.

[12] Ibid., hal. 97.

[13] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 1, Yogyakarta: Yayasan Andi, 1991, hal. 163.

Tinggalkan Balasan