Episode 1083
21 Agustus 2017
Wawancara dengan .
Pendiri dan Pengajar, desiringGod.org
Transkrip Audio
Masa lajang yang berkepanjangan menimbulkan beberapa pertanyaan yang cukup mendalam dan perasaan tidak aman secara pribadi, seperti yang kita lihat melalui pertanyaan email hari ini dari seorang pendengar wanita di podcast bernama Rebekah. “Pendeta John, menikah, dalam arti tertentu, adalah sesuatu yang harus dihargai. Perjanjian Baru berbicara tentang menghargai [/”merawati”, TB] dalam pernikahan [Efe. 5:29]. Jadi, jika saya tidak bisa menikah dan masih melajang, apakah itu berarti Allah menjadikan saya kurang berharga?”
Izinkan saya melihat apakah saya dapat mengatakan sesuatu yang bermanfaat, benar, dan memberi semangat kepada Rebecca. Pertama, dengan membedakan antara tidak dihargai dan tidak pernah dihargai .Dia benar karena Paulus menggambarkan salah satu aspek dari kasihnya suami sebagai menghargai/merawati istri. Dalam Surat Efesus 5:28–29 dia berkata, “Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat.” Saya ingin bersikap realistis dan berempati kepada Rebecca dengan menyetujui [pandangannya] bahwa tidak menikah berarti ada pengalaman unik dalam hubungan perkawinan yang tidak akan dialaminya.
Tidak Dihargai
Dia menyatakannya dengan benar, yaitu ada jenis kasih sayang yang unik yang terjadi antara suami dan istri yang tidak terjadi di tempat lain selain dalam pernikahan. Itu memang bagian dari pernikahan. Jika kita belum menikah, kita tidak akan pernah merasakan kasih sayang manusia yang khusus itu. Itu yang saya maksud dengan ungkapan tidak dihargai . Itu memang benar. Itulah yang terjadi.Namun, tidak dihargai seperti seorang suami menghargai istrinya tidak sama dengan tidak pernah dihargai. Seperti halnya tidak lapar tidak sama dengan tidak diberi makan; atau tidak berani tidak sama dengan tidak pergi berperang; atau tidak kompeten tidak sama dengan tidak dipekerjakan; atau tidak cantik tidak sama dengan tidak diperhatikan.Perbedaan dari semua perbandingan ini adalah rasa lapar; berani; kompeten; cantik; patut disayangi adalah ciri-ciri yang nyata; objektif; tidak dapat disangkal; dan penting dalam dirinya seseorang. Apakah orang lain mengenalinya; atau memujinya; atau menanggapinya; atau menerimanya — atau tidak. Artinya jika ada orang yang lapar tidak diberi makan, maka dia tetap lapar. Jika ada orang yang pemberani tidak ditugaskan berperang, dia tetap berani. Jika ada orang yang kompeten tidak dipekerjakan, dia tetap kompeten. Jika ada gadis cantik yang tidak diperhatikan, dia tetap cantik. Jika ada wanita lajang yang berharga yang tidak dihargai dalam pernikahan, dia tetap dihargai.
Allah [yang] Menulis Kisah Kita
Hal ini menurut saya mungkin membuat Rebekah bertanya: Mengapa ada orang yang lapar yang tidak diberi makan? Mengapa ada orang yang pemberani yang tidak ditugaskan dalam pertempuran? Mengapa ada orang yang kompeten yang tidak dipekerjakan? Mengapa ada gadis yang cantik yang tidak diperhatikan? Mengapa ada wanita lajang yang berharga yang tidak dinikahi dan dihargai? Untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut, tentunya kita akhirnya harus mengatakan apa yang dikatakan pemazmur: “Kebenaranmu seperti gunung-gunung tertinggi; hukum-Mu seperti samudra raya yang luas…” (Maz. 36:7, TB). Dengan kata lain, jalan-Nya Allah lebih tinggi – setinggi gunung; seperti halnya pegunungan Alpen yang tidak dapat didekati – dan lebih dalam dari lautan yang tidak dapat diduga.Mengapa orang yang lapar ini yang diberi makan dan bukan orang yang itu? Mengapa pria pemberani ini yang pergi berperang dan bukan pria yang itu? Mengapa orang yang berkompeten ini yang dipekerjakan dan bukan orang yang itu? Mengapa wanita yang berharga ini yang menemukan seorang suami dan bukan wanita yang itu? Hukum-Nya Allah seperti “samudra raya yang luas”.
Allah [yang] Mengisi Kekosongan
Meskipun Allah tidak menjawab berbagai pertanyaan tersebut, Dia tidak membiarkan kita tanpa bantuan yang memadai dan luar biasa ketika kita merasa bingung dengan perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Paulus adalah seorang pria lajang; seorang pria yang belum menikah. Saya pikir dia tidak memikirkan pernikahan karena dia tahu bahwa hidupnya akan dipenuhi dengan bahaya; penderitaan; pemukulan; perajaman; karamnya kapal; dan pemenjaraan sehingga pernikahan bukanlah bagian dari panggilan-Nya Allah dalam hidupnya.Paulus berangkat pergi [melayani] tanpa pernah memiliki jenis keintiman; jenis kepuasan seksual; jenis persahabatan; jenis persekutuan; dan jenis rasa menghargai-dan-dihargai serta semua keunikan relasional lainnya yang diberikan melalui pernikahan. Dia berangkat pergi tanpa memiliki semuanya itu dalam sepanjang hidupnya. Dia memberi kita gambaran yang sekilas mengenai betapa berharganya Kristus baginya dalam semua kehilangan itu. Ia berkata bahwa ia menganggap semua kerugiannya tersebut tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan betapa berharganya mengenal Kristus Yesus, Tuhannya.Ada jenis perasaan yang khusus untuk mengenal-dan-menikmati Tuhan – saya yakin ada jenis rasa dihargai yang khusus yang berasal dari Tuhan – bagi setiap orang yang menerima Yesus sebagai harta tertinggi mereka dan bukannya yang bersungut-sungut tentang harta yang telah hilang. Allah yang mengaturnya. Dia menyampaikannya kepada kita dengan cara yang tidak diketahui oleh siapa pun kecuali orang yang mengalaminya bersama-Nya dalam hubungan tertentu.Paulus mendengar Tuhan [seolah-olah] berkata kepadanya dengan cara yang sangat intim, “Kasih karunia-Ku cukup bagimu dalam semua kesakitan dan kehilanganmu. “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu…” (lih. 2 Kor. 12:9). Kemudian menjelang akhir hidupnya, ketika Paulus berkata, “… Tuhan telah mendampingi aku…” (2 Tim. 4:17). Ada semacam keintiman dengan Tuhan Yesus – Sang Pencipta alam semesta – yang hanya diketahui oleh mereka yang berpegang teguh pada-Nya di tengah kesedihan, kesakitan, dan kehilangan.Jadi, jawabanku pada Rebekah adalah “tidak”. Kamu juga tidak kalah berharganya [bagi Allah]. Keadaannya Anda dirancang oleh Allah yang misterius; tak terduga; bijaksana; baik; dan berdaulat. Yang terbaik dari semuanya itu, berbagai pengalaman bersama Yesus, yang tidak akan dimiliki orang lain, sedang menanti Anda.
***
Artikel ini diterjemahkan dari desiringgod.org dengan judul "Am I Single Because I’m Defective?"